
JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Perjalanan waktu yang panjang dan melelahkan bagi Vannie seorang ibu rumah tangga yang sama sekali tidak pernah membayangkan akan berurusan dengan kasus hukum. awalnya ia hanya bermaksud menjual rumahnya di daerah Kebagusan Jakarta Selatan, yang berdiri di atas sebidang tanah Sertipikat Hak Milik (SHM). Melalui seorang perantara mempertemukan Vannie dengan Diah Respati Kasihaning Widi seorang calon pembeli, dan mereka bersepakat dengan harga jual beli sebesar Rp15 miliyar. Pembayaran atas harga tersebut rencananya dilakukan setelah keluarnya hasil pengecekan sertifikat melalui Notaris yang ditunjuk Diah.
Pada 12 Maret 2019, Diah minta Vannie datang ke Kantor Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dr. H. Idham, S.H., M.Kn. di daerah Iskandarsyah Jakarta Selatan dan membawa dokumen yang berkaitan untuk dilakukannya pengecekan sertifikat tersebut. Setelah dilakukan pengecekan, Diah selaku pembeli melakukan pembayaran uang muka kepada Vannie sebesar Rp500 juta dan kekurangannya akan dibayarkan selambat-lambatnya 60 hari dari tanggal penandatanganan PPJB tertanggal 08 April 2019. Pada saat itu Vannie telah menyerahkan sertifikat asli kepada sang notaris untuk keperluan penyimpanan sampai dengan proses pelaksanaan Akta Jual Beli (AJB) nantinya.
Namun, hingga 15 Juli 2019 Diah belum melakukan pelunasan pembayaran. Karena adanya kecurigaan terkait respons Diah yang tidak jelas terkait pembayaran, Vannie melakukan pengecekan ke Kantor Notaris Idham, namun saat Vannie mendatangi kantornya, Kantor Notaris Idham tersebut telah kosong dan berganti nama menjadi Notaris Santi. Kecurigaan Vannie bertambah besar dan dicampuri dengan rasa takut.
Segera Vannie melakukan pengecekan di Kantor Pertanahan (BPN) Jakarta Selatan, untuk melakukan pemblokiran guna mengamankan sertifikat rumahnya. Namun, hal lain justru diterima Vannie dan sangat mengejutkan, ternyata sertifikat tersebut sudah berbalik nama kepada Diah dan sedang dibebani Hak Tanggungan pada Koperasi sebagai jaminan hutang. Padahal sertifikat tersebut belum pernah dilakukan pembuatan dan penandatanganan AJB antara kedua belah pihak, karena Diah belum melunasi kekurangan pembayaran sebesar Rp14,5 miliar.
Berdasarkan informasi terkait, Vannie yang merasa sangat dirugikan melalui pengacaranya Husni Farid Abdat, S.H., M.H., dan Faisal Hisyam, S.H., dari Kantor Hukum HFALawyers, melaporkan tindakan Diah kepada pihak kepolisian melalui Polda Metro Jaya. Dengan sigap kepolisian melakukan tangkap tangan terhadap Diah, dan segera menetapkan Diah, dan kawan-kawan sebagai tersangka karena telah jelas memenuhi unsur pelanggaran suatu tindak pidana sesuai Pasal 266 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 263 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Terungkap di dalam pemeriksaan, Diah merupakan komplotan mafia tanah yang memiliki jaringan dan bertindak tidak sendiri. Atas perbuatannya tersebut Diah dan pelaku lainnya yakni Dedi Rusmanto dan juga Eko Budianto telah mendapatkan hukuman yang setimpal lewat proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Husni menyampaikan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman penjara kepada Diah selama 7 tahun. “Hukuman tersebut merupakan suatu putusan yang setimpal atas perbuatan Diah, semoga menjadi pelajaran bagi Diah,’’ harap Husni.
Meskipun Diah telah resmi menjalani hukuman, permasalahan tersebut tidaklah berhenti di situ saja. Untuk melakukan pengembalian hak kepada Vannie perlu melalui tahapan pembatalan sertifikat yang telah beralih atas nama Diah. Proses ini memerlukan tahapan yang panjang dan memakan waktu yang cukup lama. Setelah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memiliki kekuatan hukum tetap, Vannie melalui pengacaranya mengajukan permohonan pembatalan sertifikat kepada Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta, dan BPN menerbitkan Surat Keputusan pembatalan yang selanjutnya digunakan sebagai permohonan pembatalan di BPN Jakarta Selatan sebagai instansi yang berwenang melakukan perubahan nama pada sertifikat tersebut. “Alhamdulillah berkat izin Allah pastinya, dan bantuan seluruh pihak, kepolisian, kejaksaan dan BPN, klien kami (Vannie) mendapatkan haknya kembali, dan semoga kasus seperti ini tidak terjadi lagi,” ujar Husni.
Setelah dilakukannya keseluruhan proses dan penantian panjang, akhirnya pada akhir Agustus 2020 sertifikat sudah kembali dan beralih menjadi atas nama Vannie. Sehingga secara sah di mata hukum kepemilikan atas tanah tersebut telah kembali menjadi milik Vannie setelah perjalanan dan penantian panjang mencari keadilan terhadap hak kepemilikan pada rumahnya yang terjadi selama ini. (grd)