JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) Universitas Gadjah Mada (UGM) A. Tony Prasetiantono menilai Bank Indonesia perlu untuk segera menaikkan suku bunga menghadapi depresiasi rupiah terhadap dolar AS sekarang ini.
Dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (9/5), Tony mengatakan BI harus menyadari era tren suku bunga rendah sudah tidak bisa dilanjutkan. Sekarang ini hampir seluruh dunia sudah meninggalkan zona suku bunga rendah. Apabila tidak segera direspons, cadangan devisa akan semakin terkuras.
“Hal tersebut secara psikologis akan membuat pasar makin grogi. BI harus cepat menaikkan suku bunga, mau 25 atau 50 basis poin silakan,” kata Tony.
Ia berpendapat penaikan suku bunga dapat dilakukan di 25 basis poin untuk kemudian dievaluasi lagi setelahnya meskipun hal tersebut belum cukup. “Pelemahan ini sudah terjadi cukup lama, respons masih kurang cepat sehingga mungkin kebutuhannya agak besar. Cuma kalau langsung 50 basis poin saya khawatir bisa menimbulkan efek psikologis kurang baik sehingga kontraproduktif,” ucap Tony.
Meskipun tak ada jaminan bahwa dengan kenaikan suku bunga kemudian mampu memperkuat rupiah, minimal upaya tersebut bisa berusaha mengurangi beban pada cadangan devisa. Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Rabu (9-5-2018) sore, bergerak melemah sebesar 30 poin menjadi Rp14.073 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.043 per dolar AS.
Ia menilai posisi rupiah di level Rp14 ribu terhadap dolar AS mengandung aspek psikologis yang harus dijaga. Ia menilai posisi Rp14 ribu tersebut merupakan level yang seharusnya jangan sampai terlampaui.
“Karena pasar melihat situasi sudah seperti 1998. Padahal, kalau pelemahan rupiah dilihat perbandingannya dengan negara lain, Indonesia masih oke, dibandingkan misalnya Argentina,” ucapnya. (grd/ant)