
Ketua MPR Zulkifli Hasan menegaskan melalui Badan Pengkajian, MPR telah melakukan kajian mendalam hingga Fraksi-fraksi dan Kelompok DPD di MPR telah bersepakat untuk mengembalikan wewenang MPR dalam menetapkan garis-garis besar haluan negara (GBHN) melalui Perubahan Terbatas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. "MPR masa jabatan 2014 – 2019 telah melakukan penataan sistem ketatanegaraan melalui perubahan kelima Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta merekomendasikan untuk menghadirkan kembali sistem perencanaan pembangunan nasional model GBHN," ucap Zulkifli Hasan pada Pidato Peringatan Hari Konstitusi di Gedung Nusantara IV, Komplek Palemen, Senayan, Jakarta, Minggu (18/8).
Zulkifli menjelaskan sebenarnya ada substansi lainnya yang telah dilakukan pengkajian secara mendalam yang memerlukan penyesuaian melalui perubahan Undang-Undang Dasar antara lain: penataan Kewenangan MPR, penataan kewenangan DPD, penataan kekuasaan kehakiman, penataan sistem presidensial, dan melakukan penataan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara.
Diakuinya, sampai di penghujung akhir masa jabatan MPR, rekomendasi MPR periode kepemimpinannya saat ini belum bisa diwujudkan melalui perubahan kelima UUD. Mengingat tidak terpenuhinya ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Tata Tertib MPR yang membatasi usul pengubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak dapat diajukan dalam 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa keanggotaan MPR.
Untuk itu, MPR periode saat ini hanya bisa merekomendasikan kepada MPR masa jabatan 2019 – 2024 mendatang untuk mewujudkan gagasan perubahan kelima UUD 1945. "Rekomendasi yang diajukan oleh MPR masa jabatan 2014 – 2019 dilengkapi dengan kajian yang mendalam serta rekomendasi mengenai pasal-pasal yang perlu disempurnakan," ucapnya.
Dia mengatakan konstitusi merupakan panduan bernegara yang harus mendapat pengawalan dengan cara dilembagakan. Hal itu merupakan ikhtiar MPR sebagai lembaga pengawal konstitusi dan ideologi Pancasila. "Menginstitusionalisasikan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ke seluruh lapisan masyarakat merupakan ikhtiar MPR agar konstitusi negara kita menjadi konstitusi yang hidup dan konstitusi yang bekerja untuk cita-cita kesejahteraan dan keadilan sosial," ujarnya.
Kewajiban mengawal UUD 1945 menurutnya karena konstitusi memuat semua aspek aturan dan prinsip-prinsip entitas politik hukum untuk menjaga hubungan antara rakyat dan pemerintah. Dengan konstitusi maka menjamin terpenuhinya hak-hak asasi manusia, realisasi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, terlaksananya perlindungan terhadap segenap warga negara, berjalannya supremasi hukum, terpeliharanya norma-norma khas masyarakat, terkendalinya pemerintahan, serta persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia dalam kerukunan meskipun dibingkai perbedaan. “Untuk itulah, konstitusi bukan hanya harus mendapat pengawalan agar tetap dapat menjadi panduan bernegara”, ujarnya. “Juga perlu ditanamkan ke setiap jiwa warga negara Indonesia," imbuhnya.
Selain itu, sesuai dengan mandat undang-undang, MPR juga melakukan aktualisasi nilai-nilai ideologi dan dasar negara Pancasila, memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Di tempat sama, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyambut baik wacana mengaktifkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) melalui amandemen terbatas terhadap UUD 1945.
Ke depan, Presiden tidak bisa lagi membuat arah kebijakan jangka panjang sesuai dengan keinginannya sendiri tetapi harus mengikuti kerangka yang telah digariskan dalam GBHN.
Menurutnya, selama ini arah pembangunan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang didasarkan pada visi dan misi presiden. "Ini yang sekarang yang menjadi RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) adalah janji atau kampanye dari Presiden,” ujarnya.
Sehingga dengan mengaktifkan kembali GBHN maka pembangunan Indonesia akan berkesinambungan. Pasalnya, GBHN wajib dilaksanakan kepala negara. “Berarti calon presiden itu tidak lagi boleh membuat satu program, tidak boleh keluar dari GBHN kaya dulu, tetapi justru melaksanakan GBHN,” tegas JK. (har)