JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Keragaman profesi dan lahan pengabdian para alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dinilai menjadi kekuataan korps dalam rangka membangun kehidupan berbangsa dan bernegara.
Penegasan disampaikan Ferry Mursyidan Baldan selaku Ketua Ikatan Alumni Unpad periode 2008-2012 pada Silaturahmi dan Halal Bihalal Alumni HMI Islam bandung dan Jawa Barat di Masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta, Minggu (22/7).
“Tentu ini merupakan suatu modal dasar yang kuat dalam mengembangkan semangat Silaturahmi dalam berjaringan, bahkan dalam prakteknya, terkadang jaringan Alumni ini relatif ‘longgar’, terkadang ada saja figur yang dialumnikan,” katanya.
Ke depan, Ferry mengatakan ada tantangan yang akan dihadapi para alumni HMI dalam menjaga kehangatan silaturahmi di antara sesama mantan anggotanya. Tantangan itu hadir di tengah putaran dan riuh rendah tahun politik menuju Pemilu 2019.
Ferry mengakui di era jaman now dengan kecanggihan teknologi informasi, pertemuan silaturahmi seolah menjadi barang sangat berharga. Hal itu, karena komunikasi jaman now telah tergantikan oleh sosial media yang interaksinya berada di dunia maya.
Terkadang, para alumni HMI memanfaatkan ruang sosmed untuk mengungkapkan ekspresi dan kebebasan berpendapatnya. “Sebagai ruang ekspresi kebebasan, maka tidaklah mengejutkan, jika terjadi perdebatan Alumni HMI dengan berbagai perbedaan pilihan terjadi di sosmed,” ungkapnya.
Perdebatan itu makin meruncing tatkala sebagian di antaranya tergoda dengan target dan kepetingan politiknya. “Tantangan dan godaan pada Tahun Politik, khususnya dalam Pemilu Presiden (Pilpres) terhadap Silaturahmi Alumni HMI Harus dimaknai sebagai ujian terhadap kadar relasi Alumni,” pesan Ferry.
Ia berharap alasan perbedaan pilihan jangan sampai mencederai silaturahmi apalagi sampai merusak bahkan menghancurkan bangunan yang telah berdiri puluhan tahun dalam wadah korps HMI. “Bukan kah urusan Pemilu hanya ber langsung 2-3 menit saja di TPS,” sindir mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) ini.
Di atas perbedaan itu, mantan politisi Partai Golkar yang hijrah ke Partai Nasional Demokrat (NasDem) ini mengingatkan kepada para anggotanya untuk menjaga dan mengembangkan silaturahmi, yang tidak boleh terganggu oleh sebuah perhelatan Politik. “Bukankah Alumni HMI adalah sosok yang terbiasa dan memilki kesadaran tinggi akan sebuah perbedaan?” sebut Ferry.
Melihat kondisi tersebut, Ferry mengatakan ada tiga hal yang dapat dilakukan alumni dalam menjaga silaturahmi. Pertama, dalam konteks Pemilu Legislatif yang relatif tingkat perbedaan pilihannya tidak terlalu tajam, maka segenap jaringan dan potensi Alumni Non Institusional (KAHMI) bisa bergerak secara kolaboratif untuk mendukung para caleg dari alumni atau caleg di wilayahnya yang dinilai memiliki kualifikasi mampu mengoptimalkan nilai representatif sekaligus yang dapat menggerakkan fungsi-fungsi Dewan.
Kedua, dalam membangun demokrasi yang kuat dan menghadirkan pejabat publik yang amanah, maka potensi dan jaringan silaturahmi alumni bisa menjadi energi untuk menghadirkan Kepala Desa (karena melalui mekamisme Pemilihan) untuk menjadi navigator yang memajukan masyarakat sekaligus mempercepat pendidikan politik masyarakat di desa.
“Meningkatnya kesadaran politik masyarakat di desa tentang arti hak suara mereka dalam pemilihan pejabat publik, dapat mencegah meluasnya pragmatisme pemilu,” kata Ferry.
Ketiga, dalam melakukan peran dan kiprah pada kontestasi figur, harus ditumbuhkan kesadaran untuk hadirnya moralitas politik dalam melakukan pilihan bagi dirinya dan etika dalam memandang pilihan orang lain.
“Moralitas politik dalam melakukan pilihan adalah nilai dan basis argumen dalam melakukan pilihan sebagai bagian dari mission HMI. Sedangkan etika politik dalam melihat pilihan Alumni lain yang berbeda adalah dengan menghormati pilihan yang berbeda tersebut,” tekannnya. (har)