LPS Targetkan, PRP Capai 2 Persen PDB

JAKARTA (Bisnisjakarta)-
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menargetkan premi untuk Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) dapat terkumpul hingga 2 persen dari Produk Domestik Bruto, dan dikenakan untuk jangka waktu pembayaran 30 tahun.

Premi yang ditujukan sebagai dana talangan dari dalam (bail in) jika terjadi krisis perbankan ini sudah tertuang dalam rancangan Peraturan Pemerintah (PP). Rancangan PP itu menunggu persetujuan dari Presiden Joko Widodo. "DI PP ada target dana Premi Restrukturisasi Perbankan itu hingga mencapai dua persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) kita pada 2017, tapi itu masih tergolong rendah," kata Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan di Jakarta, Rabu (31/7).

Fauzi meminta semua kalangan melihat pengenaan Premi PRP ini dalam konteks yang menyeluruh. Dia memahami jika industri perbankan pada awalnya merasa keberatan, karena sudah terdapat pungutan lain yakni premi penjaminan LPS dan premi untuk Otoritas Jasa Keuangan. "Itu sangat rendah, dan kalau kita lihat biaya penyelamatan sektor perbankan pada periode 1998-1999 itu lebih dari 60 persen PDB," ujar dia.

Selain itu, besaran premi pun sangat kecil yakni berkisar antara 0 persen hingga yang maksimal adalah 0,007 persen dari total aset bank. Bank yang wajib membayar premi PRP itu hanya bank dengan nilai aset di atas Rp1 triliun. Sedangkan, bank yang memiliki aset di bawah Rp1 triliun dikenakan tarif nol persen alias gratis.

Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan aturan premi PRP sudah mempertimbangkan banyak hal, termasuk kekhawatiran para bankir mengenai besaran premi yang harus dibayarkan. "Concern (kekhawatiran) bankir ini sudah dipertimbangkan sehingga tarif preminya tak memberatkan, bahkan ini sangat longgar menurut saya," ujarnya.

Selain itu, setelah PP mengenai Premi PRP ini disahkan Presiden Joko Widodo, LPS memberikan waktu transisi kepada perbankan sebelum membayar premi PRP. Namun Halim enggan merinci berapa lama masa transisi itu, dengan alasan menunggu persetujuan Presiden. "Jadi tarifnya sangat kecil. Dan bank-bank kecil dengan total aset di bawah Rp1 triliun termasuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tingkat preminya adalah nol persen atau sama sekali tidak perlu bayar. Dan ini akan dikenakan selama 30 tahun dengan target yang menggunakan PDB tahun 2017 bukan PDB 2019," ujar Halim. (son)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button