
Pemprov DKI Jakarta memperluas wilayah ganjil genap menjadi 16 rute yang saat ini sedang diuji coba. Pada kesempatan berbeda Menhub Budi Karya Sumadi berharap agar taksi online bisa beroperasi seperti halnya taksi pada umumnya. "Kalau taksi biasa boleh, mestinya mereka boleh juga, itu yang saya sampaikan equality," kata Menhub.
Menyikapi pernyataan Menhub, Sekjen DPP Organda Ateng Aryono menegaskan agar Menhub pertimbangan kembali soal azas equality. Pemerintah jika ingin memberlakukan peraturan yang equal soal ganjil genap pada taksi online atau kategori Angkutan Sewa Khusus (ASK), seharusnya memberlakukan plat kuning seperti angkutan jalan raya pada umumnya. Termasuk soal penggunaan stiker sebagai penanda yang dinilai tidak cukup untuk mendapat pengecualian
Seperti diketahui, kata Ateng, pemerintah belum berhasil mengontrol jumlah perijinan Angkutan Sewa Khusus (ASK) yang selama ini meramaikan angkutani jalan raya. Ditambah lagi jenis Angkutan Sewa Biasa yang juga termasuk di PM.117 yang tidak mendapat pengecualian dalam pemberlakukan ganjil genap.
Disisi lain, jelas Ateng, kontrol kendaraan yang bisa lewat gage akan menjadi lemah dan dapat menimbulkan kegagalan dalam mengurangi kendaraan, dan berpotensi terjadi kegaduhan. Artinya petugas akan kesulitan memverifikasi soal ganjil genap antara kendaraan dengan taksi online, akibatnya kemaceten akan terjadi beberapa simpul jalan yang diberlakukan aturan tersebut.
Hal yang paling mendasar yang perlu diinisiasi Kemenhub, jelas Ateng, bagaimana mengintegrasikan dan konektivitas jalan raya dengan moda transportasi lainya agar terwujud industri angkutan jalan raya yang berkelanjutan.
Pemerintah sebaiknya mengakhiri eforia taksi online dan harus memulai mencermati banyaknya korban karena ketidakjelasan program. Ironisnya Kemenhub juga tidak tahu secara pasti berapa jumlah taksi online dan bagaimana melakukan pembinaannya.
Jika gamjil genap tidak diberlakukan untuk taksi online, tidak menutup kemungkinan beberapa pemilkk mobil nantinya mendaftarkan diri ikut taksi online hanya sekedar lolos dari aturan, dan hal itu berpotensi merusak program kebijakan pemerintah sendiri.
DPP Organda juga mengapresiasi kebijakan Gubernur DKI Jakarta terkait perluasan ganjil genap dengan pertimbangan kualitas udara. Namun Pemrov DKI tidak bisa mengontrol kuota pengemudi yang beroperasi dan hanya para aplikator bisa mengontrol lewat sistem algoritmanya.
Masih kata Ateng, pembangunan infrastruktur jalan sudah terbangun secara pararel, namun layanan transportasi jalan raya tak kunjung diberikan. Lantas bagaimana industri trasportasi dapat berkelanjutan, jika hanya prasarana yang dibangun tidak diikuti sarana transporatsi.
Kemenhub harus serius memperhatikan layanan transportasi jalan raya di berbagai daerah dengan tujuan akhir pengeluaran masyarakat dapat ditekan untuk mobilitas kesehariannya. Pastinya negara juga diuntungkan dengan hemat BBM, penurunan angka kecelakaan dan kemacetan lalu lintas di beberapa kota bisa terselesaikan. (son)