
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboebakar Al Habsy meyakini pertemuan antara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo dengan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri bukan sekedar untuk mendinginkan suasana pasca Pemilihan Presiden (Pilpres) tetapi ada target dan kesepakatan politik yaitu Kursi Ketua MPR yang saat ini diincar Partai Gerindra. Penegasan dikemukakan Aboebakar dalam diskusi bertema 'Gerindra Gabung, Ancaman Kursi Koalisi di Gedung DPR Jakarta, Kamis (25/7).
Anggota DPR dari Fraksi PKS ini mengakui koalisi pendukung Prabowo Subianto yabg tergabung dalam Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno telah sepakat membubarkan diri dalam koalisi di BPN. Pilihan politik dikembalikan kepada partai politik masing-masing. "Selanjutnya buat PKS akan tetap stabil saja. PKS akan berada di posisi oposisi yang bermartabat. Oposisi yang bermartabat adalah dia akan tetap menyuarakan suara kebenaran pemerintah," tegasnya.
Di internal PKS sendiri, Aboebakar mengungkapkan ada hal menarik yang diamati dari dua pertemuan penting pasca Pilpres yaitu pertama pertemuan antara Prabowo Subianto dengan Joko Widodo dan pertemuan kedua Prabowo Subianto dengan Megawati Soekarnoputri yaitu peran Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Budi Gunawan.
Menurut dari dua pertemuan itu, Budi Gunawan selalu hadir dalam berada dalam lingkaran pertemuan. Ia berpandangan ada kelebihan dari seorang Budi Gunawan. Seorang Kepala BIN yang menyiapkan persiapan begitu indah, cantik dan selesai. "Jadi dalam pertemuan kemarin ada seorang penggati seperti Taufik Kiemas yang namanya Budi Gunawan, yang bisa mempertemukan beberapa tokoh tersebut dalam suasana yang sangat indah," " sebut Aboebakar.
PKS, menurut Aboebakar tetap bertahan dengan sikapnya sebagai partai oposisi yang bermartabat dengan harapan dapat mempertahankan suara pendukung Prabowo-Sandiaga.
Sementara itu, Pengamat politik Arya Fernandes menilai berbahaya jika Jokowi mengakomodir atau menambah koalisi dari Gerindra. Sebab, parpol koalisi pendukung Jokowi – Ma’ruf Amin (Golkar, NasDem, PKB, PPP, Hanura, PSI, Perindo, dan PKPI) akan merasa terganggu dan bisa menimbulkan konflik internal di Koalisi Indonesia Kerja (KIK).
Karena itu dia berharap Jokowi bisa mengantisipasinya dengan cepat. “Kalau tidak, maka akan terjadi manuver politik yang liar. Seperti dilakukan Surya Paloh bertemu Anies Baswedan, dan pertemuan lain di luar itu. Memang tak ada kebutuhan khusus untuk tambah koalisi, karena 60 persen di DPR itu sudah kuat,” kata Fernandes. (har)