
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Subagyo mengatakan, gembok regulasi itu memang harus menjadi catatan. Bagaimana agar undang-undang yang akan dususun kedepan itu nanti harus di pasang gembok. "Supaya siapapun yang akan menjadi pemimpin ke depan atau melanjutkan program ini. Karena ini bisa menjadi program nasional," ucapnya.
Menurut politisi Partai Golkar ini pemindahan sebuah ibukota adalah sebuah keniscayaan. Karena ini menjadi satu keputusan politik tentunya harus didukung bersama. Oleh karena itu, setelah ditentukan dasar hukumnya setelah itu dibuat perencanaan matang termasuk sosialisasi publik.
Firman mengatakan upaya mewujudkan rencana yang sudah dicetuskan sejak era kepemimpinan Presiden RI pertama Sukarno ini perlu penegasan komitmen dari semua pihak.
Anggota Baleg DPR lainnya Junimart Girsang meyakini kalau bicara waktu, ia meyakini tidak akan mungkin DPR untuk lima tajun ke depan dapat menyelesaikan UU yang akan menjadi dasar hukum sebuah rencana besar yang akan memberi dampak bagi kehidupan bernegara di Indonesia ini.
Ia menegaskan pemindahan ibu kota negara tidak segampang yang disampaikan. Dia menbandingkan pemekaran satu kabupaten saja memakan waktu yang lama, karena semua harus benar-benar siap. "SDM sudah harus siap, masyarakat sudah harus siap. Kita tidak mau ketidaksiapan dari masyarakat akan menyia-nyiakan waktu dan kesempatan yang sudah diberikan oleh pemerintah," ucap anggota Komisi Hukum DPR ini.
Sementara itu, Pengamat Politik Adi Prayitno mengingatkan jangan sampai rencana pembangunan mega proyek pemindahan ibu kota dengan estimasi awal anggaran senilai Rp 466 triliun mangkrak atau berhenti di tengah jalan hanya gara-gara adanya pergantian presiden dan perubahan kekuasaan di parlemen dengan bergantinya kepemimpinan.
"Ini yang kekhawatiran kita semua. Jangan sampai pindah ibu kota setelah dimantapkan, didukung oleh seluruh rakyat Indonesia, tetapi ganti presiden semuanya berubah total," ucap Adi.
Ia juga menekankan bahwa pindah ibu kota negara juga harua diikuti perpindahan kebijakan lainnya. Sebab percuma ibukota pindah kalau kebijakan pembangunan Indonesia masih tetap Jawa sentris dan Jakarta sentris. Adi tidak menginginkan pindah ibu kota hanya pindah fisiknya saja tetapi tidak diikuti mental semua pihak karena terbentur banyaknya kepentingan.
"Jangan banyaknya orang yang pindah ke sana, tapi bagaimana membangun mental bahwa model di Kalimantan juga sama seperti Jakarta dan Jawa. Itu yang perlu dilakukan dan disiapkan dalam waktu yang jangka panjang," ujar dosen dari Universitas Negeri Islam (UIN) Jakarta ini. (har)