Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, sepanjang Januari – Februari 2020 sudah terdapat 12.703 penerbangan yang dibatalkan di 15 bandara utama di Indonesia, terdiri dari 11.680 penerbangan domestik dan 1.023 penerbangan internasional. Akibatnya, sektor layanan udara kehilangan pendapatan Rp207 miliar di mana sebesar Rp48 miliar berasal dari penerbangan dari dan ke China.
Tren penurunan lalu lintas penumpang dan pergerakan pesawat di tengah COVID-19 juga dirasakan di bandara-bandara yang dikelola PT Angkasa Pura II.
President Director PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin mengatakan jumlah penumpang pesawat di 19 bandara perseroan pada tahun ini pada awalnya diperkirakan mencapai 93,92 juta penumpang. "Namun kemudian terjadi pandemi global COVID-19, dan dengan melihat tren yang ada serta mempertimbangkan situasi, kondisi, perkembangan di industri serta kebijakan regulator, diperkirakan jumlah penumpang tidak akan mencapai 93,92 juta penumpang," katanya.
Awaluddin mengaku, menetapkan ada tiga skenario sebagai dasar dalam menjalankan strategi di tengah pandemi ini. Skenario tersebut adalah Best Scenario, Bad Scenario dan Worst Scenario.
Ia menjelaskan, pada Best Scenario diperkirakan jumlah penumpang pesawat di 19 bandara mencapai 68,22 juta penumpang atau lebih rendah 27% dibandingkan dengan perkiraan awal, sementara itu pada Bad Scenario bisa sebanyak 63,49 juta penumpang atau lebih rendah 32% dari perkiraan awal, dan pada Worst Scenario jumlah penumpang kemungkinan 57,80 juta penumpang atau lebih rendah 38,45% dari perkiraan awal.
Perkiraan jumlah penumpang berdasarkan tiga kriteria diatas didasarkan pada periode berakhirnya pandemi, kecepatan recovery industri aviasi dan periode normal yang ditandai dengan kondisi ekonomi yang sudah kembali stabil.
Adapun dalam menghadapi tantangan COVID-19 ini PT Angkasa Pura II telah menetapkan strategi mitigasi risiko yaitu Business Continuity Management yang terdiri dari 3 fase yaitu Business Survival, Business Recovery, dan Business Sustainability.
Saat ini perseroan tengah menjalankan fase Business Survival dengan obyektifnya antara lain perlindungan tenaga kerja, cost leadership, pemilihan prioritas investasi dan optimalisasi arus kas perseroan. (son)