SURABAYA (bisnisjakarta.co.id) – Sejumlah terdakwa yang juga karyawan PT Meratus Line dalam perkara dugaan penggelapan bahan bakar minyak (BBM) mengaku mengalami penyekapan yang dilakukan perusahaan milik Charles Manaro itu. Penyekapan itu menurut saksi bahkan melibatkan sejumlah oknum polisi dan oknum TNI untuk mengintimidasi para karyawan tersebut. Cerita penyekapan ini terungkap dalam kesaksian sejumlah terdakwa yang menjadi saksi bagi terdakwa lainnya, di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (13/2) malam.
Bunker Officer PT Meratus Line, Edia Nanang Setiawan mengaku pernah disekap oleh perusahaan di dalam kantor selama kurang lebih 18 jam.
“Saya mulai jam 8 di kantor jam 2 malam dilepas, dikumpulkan di ruangan yang sama kemudian dipisah (dengan karyawan lainnya), pulangnya berbeda,” ungkapnya.
Saat disekap, ia mengaku ditekan dan diminta menandatangani surat pernyataan yang intinya membolehkan manajemen untuk mengakses HP. Dan selama 4 jam tidak dibolehkan bicara. Juga mendapat tindakan intimidasi lain yang melibatkan oknum polisi dan TNI. Hal itu terjadi ketika ia hendak buang air kecil terus dibuntuti oleh oknum tersebut.
“Saya disuruh mengaku saja,” ujarnya menambahkan.
Tindakan penyekapan melibatkan Direktur Utama PT Meratus Line, Slamet Raharjo dan Auditor Internal, Fenny Karyadi. Bahkan, uang miliknya sejumlah Rp1 miliar berikut sertifikat hak milik diminta oleh Slamet.
“Ada pak Slamet (Dirut) dan bu Fenny (Auditor Internal) pada saat (penyekapan) itu. Slamet raharjo yang meminta uang dan SHM saya,” terangnya.
Sementara saksi Anggoro selaku Bunker Officer PT Meratus Line juga mengaku disekap selama 18 jam oleh kantornya. Nama Dirut Slamet dan Auditor Internal Fenny Karyadi kembali muncul dalam proses penyekapan itu.
“Disekap dari jam 8 pagi sampai jam 2 dini hari. Ada pak Slamet dan bu Fenny dan oknum TNI saat itu,” akuinya.
Karena merasa memberikan keterangan secara tidak stabil, satu minggu kemudian ia mengajukan pencabutan pernyataan yang tertuang saat itu. Karena sebagian besar pernyataan itu tidak benar.
Sementara saksi Nur Habib yang mendapat perlakuan yang sama disekap di kantor PT Meratus Line sejak pukul 8 pagi hingga 2 dini hari, juga mengaku ditekan oleh Dirut Slamet Raharjo untuk mengakui dan dijanjikan tidak akan diproses secara hukum.
“Dari jam 8 pagi sampai dini hari (disekap). (Buat surat pernyataan) Betul, lupa isinya. Disuruh menulis dan beberapa didikte (Dirut Slamet, Auditor Feni, dan oknum TNI?). Ada, HP saya ditahan dari siang sampai pulang. Pas ditekan, saya diminta bersumpah Al Quran. Slamet (Dirut) bilang kalau kamu cerita apa adanya tidak akan di proses secara hukum. (Faktanya diproses scr hukum) iya,” tambahnya.
Upaya penyekapan ini sebelumnya juga pernah diungkapkan terdakwa Edy Setyawan dalam sidang di PN Surabaya yang bahkan mengaku sempat disekap selama 5 hari dan disita sejumlah SHM nya oleh Dirut Slamet. Atas kasus ini, Istri Edy pun sempat melaporkan Dirut Meratus , Slamet , ke polisi.
Alhasil, Dirut Slamet pun ditetapkan sebagai tersangka dan terungkap dalam surat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dengan nomor B/622/SP2HP.4/VIII/RES.1.24/2022/RESKRIM yang dikeluarkan oleh Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Hanya hingga sekarang tidak jelas ujung kasus tersebut.
Pengakuan adanya aksi penyekapan banyak karyawannya sendiri juga terungkap hal itu dilakukan untuk memaksa mereka mencokot direksi PT Bahana Line terlibat, walaupun tidak ada bukti sama sekali. Ternyata terungkap juga PT Meratus punya utang Rp50 miliar yang dikemplang tidak mau bayar dengan alasan ada fraud atau penyimpangan.
Di sisi lain, Direktur Operasional PT Bahana Line Ratno Tuhuteru menyatakan, modus enggan membayar dengan menyebutkan direksi PT Bahana Line terlibat dilakukan telah membuat geram direksi PT Bahana Line. Pada sidang sebelumnya Ratno Tuhuteru bahkan mengancam akan memperkarakan Slamet Rahardjo dan Fenny Karyadi.
“Kami geram sekali dengan cara Dirut Meratus Slamet Rahardjo dan Fenny Karyadi yang memaksa mengkaitkan kami terlibat, padahal tidak ada bukti sama sekali. Kami sedang mempertimbangkan untuk melaporkan secara Pidana tuduhan tersebut,” kata Ratno dalam sidang yang berlangsung, Senin (07/2/2023) itu.
Secara sengaja PT Meratus terus mengorder minyak tanpa mau membayar sampai senilai Rp 50 miliar.
“Selama ini kami melayani sebagai priority customer malah menggerogoti dengan ngemplang utang. Sampai Dirut kami suruh stop melayani karena sudahlah y sampai Rp 50 miliar tidak dibayarkan,” tandas Ratno Tuhuteru. *rah