FIHRRST Soroti Sejumlah Isu dalam Debat Capres Pertama, Salah Satunya Sebut Pelanggaran HAM di Papua

BISNISJAKARTA.co.id — Seratus hari pertama pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih disebut menjadi hal penting pada waktu awal memimpin. Foundation for International Human Rights Reporting Standards (FIHRRST), sebagai Organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) dan anggota Gugus Tugas Nasional Bisnis dan HAM (GTN BHAM), memberikan rekomendasi kepada semua Calon Presiden dan Wakil Presiden terkait isu HAM yang telah dibahas dalam debat pertama pada 12 Desember 2023 lalu, untuk ditindaklanjuti pada 100 hari pertama pemerintahan presiden terpilih nanti. Komitmen FIHRRST adalah ikut serta dalam menghormati dan mendorong implementasi HAM di Indonesia.

Pada 12 Desember 2023 yang lalu, debat Calon Presiden dan wakil presiden yang pertama mengusung tema hukum, HAM, pemerintahan, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik dan kerukunan warga telah berjalan dan disaksikan secara luas oleh publik.

Isu HAM yang diangkat pada debat Calon Presiden yang lalu merupakan isu HAM di Papua dan pelanggaran HAM yang Berat masa lalu. Pada 19 Desember 2023, FIHRRST merespon dengan menyoroti enam isu terkait HAM, yang mencakup Pelanggaran HAM di Papua, Pelanggaran HAM yang Berat masa lalu, Isu Lingkungan, Bisnis dan HAM, Perlindungan Kelompok Rentan, dan Kebebasan Berpendapat.

Dalam Konferensi pers yang dihadiri Makarim Wibisono, sebagai salah satu pendiri FIHRRST, dan peneliti muda, para spesialis HAM dari FIHRRST, yaitu Ratih Ananda Putri (26), M Rayhan Kurnia Rahman (22), Fairuz El Mechwar (22), dan Auranetya Adya Kayana (23).

Setelah dibuka Direktur Operasi FIHRRST, Ali Rahmadi, dilanjutkan pemaparan Makarim Wibisono yang menyampaikan isu HAM di Papua. Makarim menyampaikan, pihaknya merekomendasikan agar Calon Presiden dan Wakil Presiden memperhatikan isu HAM di Papua secara holistik dimana mengacu pada instrumen HAM nasional dan internasional. Selain itu, Makarim menyampaikan laporan aduan dari Komnas HAM Indonesia perlu ditindaklanjuti, terutama Laporan Tahunan Komnas HAM RI Perwakilan Papua yang mendata isu-isu HAM.

Dengan isu kedua tentang Pelanggaran HAM yang Berat masa lalu. Makarim menyampaikan, terdapat 12 kasus pelanggaran HAM yang Berat masa lalu yang telah diakui oleh pemerintah Indonesia yang didukung dengan pembentukan PPHAM sesuai Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 dan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023.

Dalam hal ini, FIHRRST memberikan rekomendasi penyelesaian pelanggaran HAM yang Berat masa lalu sebaiknya sesuai dengan instrumen HAM nasional dan internasional yang berlaku. FIHRRST merekomendasikan untuk memperpanjang masa kerja Tim Pemantau PPHAM yang memantau pelaksanaan penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM yang Berat masa lalu serta penindaklanjutan rekomendasi yang telah diusulkan oleh Komnas HAM terkait isu HAM berdasarkan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) Nomor 9 tahun 2022 Tentang Pemulihan Hak-Hak Korban Pelanggaran HAM yang Berat.

Selain dua hal diatas, FIHRRST juga menyuarakan empat isu yang meliputi Bisnis dan HAM, Lingkungan, Penjaminan Hak Kelompok Rentan, dan Kebebasan Berpendapat. Isu pertama merupakan Bisnis dan HAM dimana berakar dari operasi bisnis dapat memiliki dampak terhadap HAM.

Dalam hal ini, Ratih Ananda Putri menyuarakan rekomendasi FIHRRST berupa memperkuat Perpes No 60 Tahun 2023 atau regulasi Strategi Nasional Bisnis dan HAM (Stranas BHAM). Ratih merekomendasikan kepada Capres dan Cawapres untuk memastikan sektor bisnis untuk melaksanakan uji tuntas HAM dalam operasi perusahaan dan rantai pasoknya, serta menyediakan akses pemulihan pihak-pihak internal maupun eksternal perusahaan.

“Penyelenggaraan Uji Tuntas HAM perusahaan dan rantai pasok, serta akses pemulihan terhadap korban dampak HAM oleh perusahaan, dibutuhkan sebagai penjaminan hak-hak pekerja dan pencegahan dampak akibat aktivitas perusahaan,” ujar Ratih.

Pemerintah sebaiknya selalu memastikan sektor bisnis berkontribusi pada bisnis yang bertanggungjawab dengan melindungi hak para pekerja, masyarakat sekitar, masyarakat adat serta lingkungan hidup.

Isu selanjutnya adalah isu Lingkungan. M.Rayhan Kurnia Rahman menyuarakan pendapat FIHRRST pemerintah memainkan peran penting dalam memastikan implementasi undang-undang terkait perlindungan lingkungan hidup, isu polusi, pencemaran sungai, perubahan iklim, kebakaran hutan, banjir, deforestasi, dan persoalan lingkungan lainnya.

Rayhan berpendapat bahwa dalam pemerintahan yang mendatang, sebaiknya ada rencana konkrit yang diimplementasikan pada 100 hari pertama untuk melestarikan dan melindungi lingkungan hidup.

“Pemerintah sebaiknya memastikan adanya perlakuan yang adil dan mengutamakan pendekatan partisipatif dalam pembangunan dan pelestarian lingkungan hidup, serta memastikan hak-hak masyarakat adat tidak terabaikan dalam pelaksanaan pembangunan dan pelestarian lingkungan hidup,” ujarnya

Pada isu ketiga mengenai kelompok rentan, Fairuz El Mechwar berpendapat, kelompok rentan termasuk orang dengan penyandang disabilitas, agama minoritas, etnis minoritas, perempuan, anak-anak, lansia, dan kelompok lainnya, masih mengalami diskriminasi dan kekerasan. Respons yang diberikan terhadap isu ini merupakan mencegah diskriminasi dengan merujuk pada instrumen nasional dan internasional.

Pemberantasan kekerasan terhadap perempuan, memprioritaskan masyarakat adat dan pemenuhan hak disabilitas menjadi rekomendasi FIHRRST untuk dilakukan pada 100 hari pertama kerja Presiden dan Wakil Presiden terpilih.

Isu yang terakhir mengenai kebebasan pendapat disampaikan Auranetya Adya Kayana.

“Konstitusi Indonesia dan juga Undang-Undang No.39 Tahun 1999 mengenai UU HAM menjunjung tinggi hak atas kebebasan berpendapat. Namun, kebebasan berpendapat dianggap terancam di Indonesia dengan adanya regulasi tentang pencemaran nama baik, penodaan agama, dan ujaran kebencian,” ujar Auranetya.

Hal ini merujuk kepada dua rekomendasi yaitu Capres dan Cawapres untuk menjamin hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi serta memenuhi hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi sesuai dengan SNP Komnas HAM No. 5 tahun 2021 tentang Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi. *rah

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button