BOGOR (Bisnis Jakarta) – Bagaimana membangun bisnis jaringan koperasi yang kuat? Melakukan pemekaran atau pembagian (spin off) kelembagaan bisa menjadi solusinya. Jika koperasi di Indonesia tidak melakukan rekayasa kelembagaan dengan melakukan spin-off, bisnis koperasi akan tertinggal jauh dari bisnis lainnya.
Pembicaraan mengenai bagaimana memperkuat bisnis koperasi ini mengemuka dalam Workshop Membangun Koperasi Melalui Pembagian (Spin Off) yang diadakan Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM, di Bogor, Selasa (20/3). Workshop yang dibuka Asisten Deputi Peraturan Perundang-undangan Deputi Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM Salekan, ini dihadiri 120 peserta yang terdiri dari Dinas Koperasi, Koperasi Sekunder dan Primer Nasional, serta Koperasi Simpan Pinjam Credits Union (CU).
Hadir sebagai pembicara yaitu Bahruddin (Pendiri Serikat Tani Qoryag Toyibah Salatiga), Abdillah Ahsan (Koordinator Dosen Koperasi FEB UI), Suroto (Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis), Yohanes Rumpak (Managing Directory Keling Kunang Group), dan Agar Elias (Wakil Ketua Pengurus Induk Koperasi Kredit).
Apa itu spin off? Asisten Deputi Peraturan Perundang-undangan Deputi Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM Salekan, menjelaskan, spin off adalah pembagian organisasi ke berbagai sektor usaha baik jasa, produksi, dan konsumsi. Kelembaban koperasi ini membentuk badan hukum baru yang beroperasi di bawah sistem Group, Holding, atau Konsorsium. “Spin off ini dilakukan untuk pengembangan koperasi secara transformatif untuk menyikapi kondisi internal dan menghadapi perubahan lingkungan eksternal yang dinamis,” katanya.
Dikatakan, sasaran dilaksanakannya pembagian (spin off) ini agar terwujudnya koperasi sebagai badan usaha yang sehat, tangguh, kuat dan mandiri, sekaligus gerakan ekonomi rakyat yang lebih berperan dalam perekonomian nasional. “Selain itu, agar terwujudnya koperasi-koperasi yang memiliki ketahanan hidup yang tinggi dan mampu memberikan dampak berkoperasi yang besar kepada para anggotanya,” jelasnya.
Kemenkop dan UKM sendiri, katanya, terus mengupayakan pembagian atau spin off usaha koperasi di Indonesia untuk memperkuat bisnis jaringan koperasi di Tanah Air. Terlebih tren global saat ini koperasi secara horisontal sudah mulai membangun jaringan bisnis di tingkat koperasi primer dengan melakukan pembagian atau spin off. “Mereka mengajak anggota-anggotanya untuk membangun beraneka macam bisnis dengan membentuk badan hukum formal yang terintegrasi menjadi satu di bawah kendali grup atau holding,” ungkapnya.
Selama ini, katanya, koperasi di Indonesia secara kelembagaan belum ada yang mengarah ke integrasi horisontal untuk membangun konglomerasi sosial melalui mekanisme pembagian usaha atau spin off. Secara bisnis koperasi masih didominasi usaha simpan pinjam (KSP/USP) yaitu sebanyak 79.543 unit (51,97) dari total koperasi 153.060 unit. “Kalau koperasi kita masih seperti ini terus dan tidak melakukan rekayasa kelembagaan dengan lakukan spin off, maka bisnis koperasi akan tertinggal jauh dari bisnis lainnya,” tandasnya.
Tak hanya itu. Masyarakat juga akan perlahan meninggalkan koperasi karena bisnis sektor keuangan saat ini sudah mengarah ke model fee-based income, sementara koperasi masih mengandalkan spread atau selisih jasa dari simpanan dan pinjaman. “Padahal bank-bank serta bisnis teknologi finansial sudah banyak menggerus captive pasar koperasi. Kalau dibiarkan berjalan linear dan biasa saja, maka koperasi bisa terlewat dari lintas bisnis modern,” terangnya.
Pengamat perkoperasian, Suroto, mengatakan spin-off usaha oleh koperasi telah banyak dilakukan sejumlah koperasi besar di luar negeri. Contohnya, Group Koperasi Mondragon di Spanyol yang punya badan hukum bisnis di sektor industri, keuangan, pendidikan, ritel, dan lain sebagainya.
Ada juga I CO-OP di Korea Selatan yang menghubungkan produsen dan konsumen dalam jaringan bisnis toko mereka serta membangun banyak lembaga pendukungnya. Begitu pula dengan SANASA Group di Srilanka yang dimulai dari bisnis sektor keuangan, merambah ke konstruksi, media massa, ritel, universitas, dan lain sebagainya.
Langkah itu dilakukan sebagai upaya memenangkan persaingan pasar. Koperasi perlu melakukan spin off agar dapat terus bertahan dan juga memanfaatkan peluang pasar yang berkembang sangat dinamis dan penuh tantangan. “Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap koperasi sebetulnya masih cukup tinggi, hingga 73 persen. Namun, minat untuk bergabung di koperasi menunjukkan angka sebaliknya, yaitu hanya 16 persen. Ini membutuhkan upaya strategis agar koperasi tidak ditinggalkan oleh masyarakat terutama kaum milenial,” ujarnya. (son)