JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) terus memantau jatuhnya stasiun luar angkasa Cina Tiangong-1 yang diprediksi badan keantariksaan berbagai negara akan mencapai bumi dalam hitungan beberapa minggu ke depan. “Benar (Tiangong-1 akan jatuh ke bumi) dan LAPAN terus memantaunya,” kata Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin kepada Antara di Jakarta, Minggu.
Meski demikian, ia mengatakan ketidakpastian waktu dan lokasi serpihan stasiun luar angkasa berbobot 8,5 ton tersebut menghantam bumi masih besar. Karenanya hingga saat ini LAPAN belum memberikan penjelasan kepada publik. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa kejatuhan objek antariksa sudah beberapa kali terjadi sehingga tidak perlu dikhawatirkan.
Meski demikian Profesor Riset Astronomi-Astrofisika itu mengatakan probabilitas jatuhnya wahana antariksa milik Cina yang sudah lepas kendali sejak 2016 ini ke pemukiman sangat kecil. Namun demikian, masyarakat tetap perlu memiliki kewaspadaan.
Menurut dia, semua negara antara lintang 43 derajat utara sampai lintang 43 selatan berpotensi serpihan Tiangong-1, termasuk Indonesia. Namun karena wilayah yang tidak berpenghuni seperti lautan, hutan dan gurun jauh lebih luas dari wilayah pemukiman maka dirinya kembali menegaskan bahwa probabilitas jatuh di wilayah pemukiman sangat kecil.
Tiangong-1 Wahana luar angkasa Tiangong-1 yang juga dikenal dengan sebutan Heavenly Palace 1 merupakan prototipe stasiun luar angkasa pertama yang dimiliki Cina dan diluncurkan pada 29 September 2011 bersamaan dengan roket Long March 2F/G. Stasiun luar angkasa ini berfungsi baik sebagai laboratorium berawak dan “testbed” eksperimental untuk menunjukkan kemampuan pertemuan dan dasi orbital.
Pada November 2011, Tiangong-1 dikunjungi oleh serangkaian pesawat luar angkasa Shenzhou selama masa operasinya dua tahun. Yang pertama, Shenzhou 8 yang tidak berawak, berhasil berlabuh dengan modul ini pada bulan November 2011.
Sementara misi Shenzhou 9 yang berawak berlabuh pada Juni 2012. Misi ketiga dan terakhir ke Tiangong-1 yakni pesawat dengan awak Shenzhou 10, berlabuh pada Juni 2013 dan berhasil mendaratkan astronot wanita Cina pertama, Liu Yang dan Wang Yaping di Tiangong-1.
Pada 21 Maret 2016, setelah masa pakainya diperpanjang dua tahun, Space Engineering Office mengumumkan bahwa Tiangong-1 telah secara resmi mengakhiri pengabdiannya. Mereka menyatakan bahwa hubungan telemetri dengan Tiangong-1 telah hilang.
Beberapa bulan kemudian, pelacak satelit amatir mengetahui bahwa badan antariksa Cina telah kehilangan kendali atas Tiangong-1. Pada September 2016, setelah mengakui bahwa mereka telah kehilangan kendali atas stasiun tersebut, para pejabat berspekulasi bahwa stasiun luar angkasa tersebut akan masuk kembali dan terbakar di atmosfer bumi pada akhir tahun 2017.
Sampai akhir November 2017, Tiangong-1 terpantau di ketinggian sekitar 290 kilometer dan mengarah ke Bumi dengan kecepatan sekitar 10 kilometer perbulan. Para ilmuwan keantariksaan dari berbagai negara memperkirakan stasiun luar angkasa ini akan deorbit beberapa waktu di bulan April 2018.
Namun pada Januari 2018, NBC melaporkan bahwa Tiangong-1 akan menempuh jarak 16.000 mil perjam (26.000 kilometer perjam) dan berada 180 mil (290 kilometer) di atas Bumi. Stasiun ini memiliki probabilitas tinggi untuk masuk kembali ke bumi antara lintang 43 derajat LU dan 43 derajat LS, dengan garis bujur yang tidak diketahui. (ant)