
Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil mebgaku prihatin atas peristiwa polisi yang menembak rekan kerjanya sendiri dan di lakukan di kantor polisi bersangkutan. Kasus penembakan terjadi di Polsek Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Kamis (25/7) malam.
Menurut Nasir, jika sesama anggota Korps Bhayangkara saja bisa terjadi peristiwa penembakan, maka menjadi tanda tanya sendiri bagi masyarakat. "Memang penembakan itu mengkhawatirkan masyarakat. Kok bisa polisi menembak temannya sendiri yang juga polisi? Kejadian ini sangat kita sayangkan, membuat kita miris dan prihatin bahwa masih ada polisi menembak polisi yang juga temannya sendiri," kata Nasir kepada wartawan di Jakarta, Jumat (26/7).
Agar kasus serupa tidak terulang ia menekankan pentingnya pencegahan dan pengawasan atas perilaku anggota korps Bhayangkara. Salah satu caranya adalah dengan melakukan pembinaan. "Ini memang soal pembinaan dan pengawasan perilaku anggota polisi oleh pimpinan atau atasannya. Seharusnya setiap 6 bulan sekali dilakukan tes psikologi atau kejiwaan anggota," katanya.
Dengan demikian, kata Nasir, Polri bisa mendeteksi secara dini mengenai kondisi kejiwaan dan perilaku para anggotanya. "Sehingga jika telah dites maka akan diketahui perilakunya apakah ada gangguan serius atau tidak. Apapun hasilnya maka langkah tangkal dini dan pencegahan dapat dilakukan," tutur Nasir.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono, menjelaskan Brigadir RT emosi lantaran permintaannya agar pelaku tawuran (FZ) tidak diproses hukum tidak digubris Bripka RE. "Mereka meminta FZ dibebaskan, namun ditolak oleh Bripka RE," kata Argo Yuwono, Jumat, kemarin.
Untuk diketahui pelaku, Brigadir Rangga Tianto telah ditetapkan sebagai tersangka penembak Bripka Rahmat Effendi, anggota SPK Polsek Cimanggis Depok. Saat proses hukum berjalan, Brigadir RE datang bersama orangtua FZ meminta pelaku tawuran itu tidak diproses hukum, tetapi ditolak.
Brigadir Rangga emosi karena pelaku tawuran yang ditangani Bripka Rahmat tidak juga dibebaskan dan tetap diproses secara hukum. Brigadir Rangga kemudian mencabut pistol, dan menembakkan sebanyak 7 peluru menembus ke tubuh seniornya itu.
Dari penyidikan sementara, emosi Brigadir RT tersulut karena penolakan yang disampaikan Bripka RE disampaikan dengan nada kasar. "Lalu, dia (Brigadir RT) menembak Bripka RE sebanyak tujuh kali tembakan pada bagian dada, leher, paha, dan perut," ungkap Argo Yuwono.
Sementara dari tangan FZ pelaku tawuran yang tertangkap, polisi mengamankan barang bukti berupa celurit. (har)