
JAKARTA (Bisnis Jakarta)- Ditangkapnya salah seorang pekerja JICT, Rio Wijaya kini meninggalkan sejumlah persoalan. Ketua Serikat Pekerja (SP) JICT Hazris Malsyah menilai, tak seharusnya Rio Wijaya ditangkap atas tuduhan yang dilaporkan manajer sekuriti JICT, karena menurutnya Riolah yang jadi korban penganiayaan.
Dalam keterangan tertulisnya, Hazris Malsyah menceritakan, pada 20 Agustus lalu, aktivis serikat pekerja JICT (SP JICT) Rio Wijaya diduga dikeroyok di ruang sekuriti perusahaan oleh dua supervisi sekuriti JICT (YA) dan (SA) dan satu pegawai organik Pelindo II (A) tanpa alasan yang jelas. Dengan bekal bukti visum, Rio melaporkan kejadian tersebut ke Polda Metro Jaya. Selang beberapa minggu, dua pelaku (YA) dan (A) telah ditangkap dan ditahan. Saat ini satu pelaku (SA) masih dalam pencarian.
Namun, Rio dilaporkan balik oleh manajer sekuriti JICT (LIM) di Polres Pelabuhan (KP3) terkait dengan tuduhan penghinaan facebook (UU ITE) dan tuduhan penganiayaan kepada (YA). Rio akhirnya ditahan di Polres Pelabuhan pada Kamis (21/11) pukul 21.30 WIB dan dikenakan pasal 45 Ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 Tentang ITE, dan Pasal 351 KUHP dan 352 KUHP tentang penganiayaan.
Menurut Hazris Malsyah, dari bukti visum, Rio dicekik dan ada luka benda tumpul di belakang kepala serta retak di rusuk kiri. “Kekerasan apalagi pengeroyokan dalam lingkungan kerja seharusnya tidak boleh terjadi,” nilainya. Dengan kata lain, manajemen JICT dinilainya gagal menjamin lingkungan kerja tanpa kekerasan. Rio dilaporkan balik atas tuduhan penghinaan di facebook dan penganiyaan. Tidak ada bukti kuat karena Rio tidak menyebutkan nama siapapun di facebook. Selain itu menjadi tanda tanya bagaimana Rio bisa melakukan penganiyaan sementara dari bukti visum, Rio lah yang dikeroyok.
Dari UU yang dikenakan kepada Rio, seharusnya tidak bisa dijadikan alasan penahanan. Kecuali ditentukan oleh Jaksa lewat dakwaan. Atas kejanggalan tersebut menunjukkan bahwa Rio diduga kuat dikriminalisasi lewat laporan balik manajemen. Hal ini bisa dikatakan sebagai bentuk serangan balik sistematis terhadap aktivis serikat pekerja.
Suara kritis pekerja dibungkam dan iklim pemberangusan serikat di JICT telah mengancam hak-hak dan keamanan pekerja. Hal ini menjadi alasan pekerja pelabuhan dan gerakan buruh bersama rakyat (GEBRAK) serta Federasi Pekerja Transportasi Internasional (ITF) untuk menyuarakan keadilan untuk Rio Wijaya dan mendesak segera membebaskan Rio Wijaya dan menghentikan kriminalisasi serta serangan terhadap aktivis serikat pekerja baik di JICT maupun di tempat kerja lainnya.
Mendesak manajemen JICT untuk menjamin lingkungan kerja tanpa kekerasan dan menangkap serta segera mengadili pelaku pengeroyokan Rio Wijaya. “Mungkin ini merupakan tindakan balas dendam manajemen Hutchison terhadap upaya pembatalan kontrak JICT yang menurut BPK melanggar UU dan merugikan negara Rp 4,08 T,” tuding Hazris Malsyah. (grd)