HeadlineNasional

Tim Anotasi Fakultas Hukum Unpad Nilai Vonis Mardani H Maming Tidak Tepat

Mardani H Maming sedang menjalani proses Peninjauan Kembali atas kasus hukumnya

Bisnisjakarta.co.id – Sejumlah akademisi hukum dari berbagai kampus melakukan diskusi anotasi atas putusan perkara kasus Mardani H Maming yang terjerat kasus korupsi.

Saat ini kasus tersebut telah inkrah di Mahkamah Agung di mana Maming harus menerima hukuman 12 tahun atas kasus korupsi suap izin pertambangan.

Perwakilan tim Anotasi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Dr Somawijaya mengatakan, pihaknya mendapatkan permintaan untuk meninjau hasil persidangan yang sudah mencapai Mahkamah Agung (MA).

Dari tinjauan yang dilakukan, penerapan Pasal 12 huruf b UU PTPK terhadap perbuatan terdakwa Mardani H. Maming dalam membuat dan menerbitkan surat keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Batubara PT Bangun Karya Pratama Lestari kepada PT Prolindo Cipta Nusantara, tidak tepat dan merupakan kesalahan yang serius.

Di sisi lain, perbuatan membuat dan menerbitkan Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Batubara PT Bangun Karya Pratama Lestari kepada PT Prolindo Cipta Nusantara tidak melanggar SOP Penerbitan Keputusan Bupati dan tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 93 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf b dan huruf c UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, pemerintah daerah dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara juga berwenang untuk memberikan IUP.

“Dengan ini maka perbuatan terdakwa Mardani H. Maming menerima hadiah berupa uang dan barang hanya didasarkan pada asumsi atau bukti petunjuk yang tidak memiliki kekuatan pembuktian dan tidak didasarkan minimal dua alat bukti dalam fakta di persidangan,” kata Somawijaya dalam konferensi pers, Jumat (18/10/24).

Dia menjelaskan, dalam fakta di persidangan pun tidak ada hubungan kausal antara perbuatan menerima hadiah dengan perbuatan membuat dan menerbitkan surat keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Batubara PT Bangun Karya Pratama Lestari kepada PT Prolindo Cipta Nusantara, yang didakwakan kepada Mardani.

Dengan demikian, penetapan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp110.604.731.752,00 bertentangan dengan maksud ketentuan Pasal 18 UU PTPK yaitu sebagai pengganti kerugian negara, sedangkan tindak pidana dalam ketentuan Pasal 12 huruf b UU PTPK tidak berkaitan dengan kerugian negara.

Akademisi Fakultas Hukum Unpad lainnya Elis Rusmiati menuturkan, meski guru besar hukum di berbagai kampus melakukan anotasi putusan secara bersama, dia memastikan bahwa anotasi dari FH Unpad tidak ada kaitannya dengan kampus lain.

Menurutnya, setiap akademisi baik itu yang berada dalam satu kampus maupun berbeda kampus akan memiliki perspektif berbeda dalam anotasi putusan perkara.

“Kami mengkaji ini dari hukum materil dan formal. Jadi sama sekali tidak ada hubungan berkoordinasi dengan kajian kampus lainnya, tidak ada sama sekali,” kata dia.

Lebih lanjut Elis juga menyatakan tidak ada tekanan dalam anotasi putusan perkara Akademisi Fakultas Hukum Unpad lainnya.

Mardani sedang mengajukan Peninjauan Kembali

Untuk diketahui, pengadilan tingkat pertama menyatakan Mardani H Maming bersalah dalam kasus suap izin pertambangan.

Mardani divonis 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Mardani juga divonis membayar pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 110,6 miliar dengan ketentuan, jika tidak membayar maka harta bendanya akan disita dan dilelang, atau diganti dengan 2 tahun kurungan.

Tak puas dengan putusan Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Mardani Maming mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin. Majelis hakim Pengadilan Tinggi justru menambah hukuman penjara Mardani menjadi 12 tahun. Mardani pun tidak terima dengan tambahan vonis menjadi 12 tahun itu. Dia mengajukan kasasi, dan ditolak.

Saat ini pun dia mengajukan PK atas vonisnya.

Sementara itu, Koordinator Aksi Komite Rakyat Anti Korupsi (Keras) Faizal menyampaikan, penolakan permohonan PK ini dapat memberikan efek jera bagi koruptor.

“Mahkamah Agung diharapkan tetap konsisten pada putusan hukum yang berkekuatan tetap,. Penolakan permohonan PK ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para koruptor lainnya, dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan Indonesia,” pungkasnya.***

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button