Bintang Puspayoga : RUU PKS Didalami Tim Perumus

JAKARTA (Bisnisjakarta)-
Komisi VIII DPR RI  menggelar rapat kerja dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Pelrindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmavati di ruang Komisi VIII DPR, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/11).

Pada rapat perdana Menteri Bintang Puspayoga bersama Komisi VIII DPR itu mengagendakan pembahasan Evaluasi Program dan Anggaran Tahun 2019 serta Kelanjutan RUU tentang Penghapusan Kekerasam Seksual (RUU PKS).

Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmavati Puspayoga menjelaskan sikap pemerintah mengenai kelanjutan RUU PKS. Menurutnya pembahasan RUU PKS mengikuti ketentuan Pasal 71a UU No.12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu mengambilalih apa yang telah dibahas DPR periode 2014-2019 lalu. "Pembahasan lebih lanjut mengenai RUU PKS sesuai dengan ketentuan pasal 71 (a), UU No 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan akan di carryover pada masa periode yang baru 2019-2024," ujarnya.

Lebih jauh, Bintang Puspayoga menjelaskan berdasarkan rapat terakhir DPR periode lalu tertanggal 25 September 2019 disepakati pembentukan tim perumus. "Hingga rapat terakhir 25 September 2019 yang merupakan rapat panja pemerintah dengan komisi VIII DPR dengan hasil menyepakati untuk pembentukan tim perumus dan menyepakati substansi RUU P-KS, meliputi pencegahan, perlindungan dan rehab," urainya.

Penegasan Bintang Puspayoga menjawab pertanyaan sejumlah anggota Komisi VIII DPR tentang tindaklanjut RUU PKS. Anggota Komisi VIII Fraksi Gerindra Zainul Arifin mendorong agar RUU P-KS masuk dalam prolegnas prioritas.

Menurutnya kekerasan seksual membutuhkan aturan spesifik untuk melindungi korban. "Diharapkan pada periode ini RUU PKS bisa masuk dalam program legislasi nasional dan segera disahkan oleh DPR RI," ujarnya.

Zainul mengatakan pihaknya mendorong pengesahan RUU PKS karena kondisinya sudah dianggap darurat. "Kodisinya sudah darurat dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual saat ini sangat membutuhkan aturan ini dari segi perlindungan korban," ujar Zainul.

Anggota Komisi VIII DPR lainnya Diah Pitaloka mengingatkan bahwa perdebatan soal RUU PKS terjadi karena definisi tentang kekerasan seksual yang belum mencapai titik temu.

Untuk itu, Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan ini meminta  sebaiknya pembahasan awal di periode DPR saat ini menitikberatkan pada kesepakatan terlebih dahulu cara pandang antara pemerintah dan DPR.
"Kita kesulitan dalam cara pandang, tapi kalau di Baleg tergantung UU yang meliputinya. Semoga kita bisa menyelesaikan pembahasan RUU PKS, saya sangat senang Ibu bisa mendapat soul dan jiwanya dalam Kementerian ini. Saya sangat mendukung kinerja Ibu Menteri," kata Diah.

Lima Program Prioritas

Sementara itu, mengenai Evaluasi Program dan Anggaran, Bintang Puspayoga menjelaskan kementeriannya menargetkan lima program utama atau prioritas yang akan dijadikan fokus Kementerian PPA dalam lima tahun ke depan.
"Pertama, menguatkan kualitas keluarga dan meningkatkan perannya utamanya dalam upaya pencegahan kekerasan, termasuk perkawinan anak dan pekerja anak," jelas Bintang.

Kedua, menguatkan pelaksanaan strategi pengarusutamaan gender dan pengarusutamaan hak anak melalui peningkatan sumber daya manusia.

Ketiga, Kementerian PPPA akan menguatkan sinergi dan jejaring antar kementerian atau lembaga dan pemerintah daerah, pemerintah desa, lembaga masyarakat, dunia usaha, serta media. "Selanjutnya, Kementerian PPPA akan menguatkan promosi pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak melalui kebijakan kabupaten atau kota layak anak.

Terakhir, Kementerian PPPA akan menguatkan kampanye publik dan gerakan masif yang melibatkan banyak pihak untuk promosi kebijakan. "(Serta) Pengembangan model-model yang relevan untuk pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak," ucap Bintang.

Selain itu, Bintang Puspayoga juga menyampaikan sejumlah tantangan yang akan dihadapi Kementerian PPPA.

Pertama, masih rendahnya partisipasi angkatan kerja perempuan. Kedua, terkait dengan peran keluarga dalam pengasuhan anak. Ketiga, tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak. "Demikian juga terkait dengan tingginya pekerja anak dan perkawinan anak," sebutnya. (har)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button