Bicara di Sidang IPU, Ketua DPR Sampaikan Undangan Forum Parlemen Sedunia ke-2 di Bali

JENEWA (Bisnis Jakarta) – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Bambang Soesatyo prihatin melihat permasalahan migrasi dan pengungsi yang masih menjadi persoalan serius negara-negara di dunia. Masih banyak negara di dunia yang ternyata belum mampu menyelesaikan masalah tersebut sendiri. Penegasan disampaikan Bambang Soesatyo dalam keterangan tertulisnya pada pidato Ketua Parlemen Indonesia di sidang Inter Parliamentary Union (IPU) ke 138, di Jenewa, Swiss, Minggu (25/3).

“Sudah puluhan tahun migrasi dalam skala besar, terutama yang disebabkan oleh konflik bersenjata dan kekerasan, menjadi tantangan yang masih terus dihadapi oleh berbagai negara di dunia. Masalah tersebut harus mendapat perhatian serius bagi parlemen anggota IPU untuk bersama dicarikan jalan keluar terbaik,” kata Bambang Soesatyo.

Sidang IPU ke-138 tersebut dipimpin langsung oleh Presiden IPU Gabriela Cuevas Barron dan Sekretaris Jenderal IPU Martin Chunggong dan dihadiri 69 ketua parlemen dunia serta 1.539 anggota delegasi dari 146 negara. Pada kesempatan itu, Bamsoet- panggilan Bambang Soesatyo- juga menyampaikan undangan kepada seluruh anggota delegasi IPU untuk menghadiri Forum Parlemen Sedunia untuk Pembangunan Berkelanjutan yang ke-2 (The 2nd World Parliamentary Forum on Sustainable Energies For All), yang akan diselenggarakan di Bali pada 12-13 September 2018.

“Forum ini merupakan satu-satunya forum antarparlemen yang mengangkat isu penbangunan berkelanjutan secara spesifik.”pungkas Bamsoet. Menurut Laporan Migrasi Internasional tahun 2017, setidaknya terdapat 258 juta migran di seluruh dunia. Angka tersebut meningkat dari tahun 2000 sebanyak 173 juta migran.

Bamsoet menjelaskan DPR RI atau Parlemen Indonesia sangat menjunjung tinggi pentingnya Konvensi Internasional tentang Perlindungan Buruh Migran. Konvensi tersebut telah diadopsi melalui Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Undang-Undang ini bertujuan untuk memperkuat penempatan dan perlindungan pekerja migran serta menyediakan landasan hukum yang lebih kuat bagi institusi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait lainnya.

“Di samping itu, Indonesia menerapkan pendekatan “triple win” dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan terkait migrasi. Pendekatan tersebut tidak hanya mengutamakan kepentingan negara pengirim, tetapi juga negara penerima dan migran,” kata Bamsoet.

Indonesia memang bukan bagian dari negara yang menandatangani Konvensi Pengungsi 1951. Namun, atas dasar pertimbangan kemanusiaan, pemerintah Indonesia telah menampung sebanyak 14.000 pengungsi dan pencari suaka. “Hal ini mencerminkan komitmen dan kepedulian Indonesia terhadap isu migrasi dan pengungsi. Sebagai negara transit kami juga bekerja sama dengan UNHCR dan IOM dalam hal penyediaan fasilitas penampungan bagi pengungsi yang sedang menunggu proses pemulangan atau penempatan kembali di negara ketiga,” terangnya.

Di kancah internasional, lanjut Bamsoet, Indonesia telah menunjukan komitmennya terhadap permasalahan pengungsi, khususnya terkait isu Rohingya di Myanmar. Kekerasan terhadap kaum Rohingya dalam segala bentuk dan manifestasinya, merupakan ancaman serius bagi keamanan dan perdamaian global.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Indonesia tampil sebagai pionir dalam melakukan langkah-langkah diplomasi yang dibutuhkan untuk membuka akses bagi bantuan kemanusiaan dan transparansi dalam penanganan pengungsi Rohingya. Lembaga bantuan Indonesia juga membangun fasilitas kesehatan, pendidikan dan penampungan sementara bagi pengungsi Rohingya.

“Ini merupakan realisasi kongkrit dari kunjungan yang dilakukan oleh presiden Indonesia Joko Widodo pada awal 2018 dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat pada akhir 2017 ke Cox’s Bazaar. Selain Rohingya, Indonesia juga sangat prihatin dengan konflik-konflik yang sampai saat ini belum terselesaikan, seperti di Palestina, Suriah, dan Afghanistan,” tegas Bamsoet.

Bamsoet mengajak parlemen anggota IPU untuk membangun komunikasi intensif dan bekerja sama dalam memberikan perlindungan bagi migran reguler dan ireguler. Salah satunya melalui perumusan kebijakan nasional yang komprehensif dan sesuai dengan kebutuhan di lapangan, serta mempertimbangkan kepentingan semua pihak. (har)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button