JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Peneliti Politik, Prof Poltak Partogi Nainggolan berpendapat gerakan terorisme yang meningkat akhir-akhir ini karena peran Badan Nasional Penanggukan Terorisme (BNPT) yang belum maksimal.
“Padahal kalau kita pintar mengaturnya seperti tugas BNPT menentukan skala ancaman, saya pikir selesai,” kata Partogi Nainggolan dalam diskusi Forum Legislasi bertema ”RUU Terorisme Dikebut, Mampu Redam Aksi Teror?’ di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (15/5).
Iapun menyoroti peran BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) yang bersifat nasional ternyata perannya sangat minim dibanding instansi lain termasuk Detasemen Khusus (Densus) Antiteror 88 yang sama-sama berada di bawah institusi Polri.
“Yang lebih penting adalah bagaimana peran BNPT. Kalau itu bisa kita perbaiki tugasnya maka nggak ribut lagi antara TNI-Polri dan bisa teratur dengan sendirinya. Pimpinan BNPT itu nggak harus dari TNI-Polri, sipilpun bisa, seperti halnya BIN atau Menteri Pertahanan,” ujarnya.
Dalam rumusan draf RUU Terorisme sebenarnya BNPT harus benar-benar mendapat tugas menentukan skala ancaman, kebijakan strategi dan penanggulan bahaya terorisme. “Harusnya kita dukung BNPT menjadi salah satu lembaga yang kita percayakan menanggulangi terorisme,” sebutnya.
Peran BNPT saat ini dinilainya hanya sebatas sosialisasi pencegahan bahaya terorisme dan upaya deradikalisasi. Padahal harusnya BNPT menjadi ujung tombak untuk menentukan apakah negeri ini dalam keadaan bahaya tentang gerakan teroris.
Selain itu, definisi terorisme yang diributkan merupakan imbas dari persepsi tentang peran TNI-Polri yang belum selesai.
“Jadi kasih tugas dia (BNPT) menentukan eskalasi, putih, kuning, hijau atau sudah merah ancaman teroris. Kalau itu sudah dilakukan bahwa terorisme sudah merah (membahayakan), nggak ada pertanyaan lagi dan harus TNI memang yang bergerak. Jadi bagi-bagi kerjanya sudah jelas,” tegasnya. (har)