
Forest Stewardship Council (FSC), Dewan Sertifikasi Global untuk pengelolaan hutan secara bertanggung jawab mempertanyakan langkah PT Korindo dalam upaya menjaga hutan di Papua. Selama ini, Korindo telah melanggar hak-hak pribumi, melakukan pemanfaatan hutan dan merusak daerah-daerah penting Konservasi Bernilai Tinggi atau High Conservation Value (HCV)," kata Direktur Senior Kampanye Mighty Earth Deborah Lapidus dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (9/9).
Bahkan, kata dia, bertahun-tahun Korindo telah menggunakan label Eco-Forestry untuk menutupi praktek-praktek destruktifnya. Korindo menjual kayu, plywood, pulp, biomass, dan kertas koran kepada Asia Pulp & Paper (Indonesia), Sumitomo Forestry (Jepang), Marubeni (Jepang) dan New Corps Australia.
Sebelumnya, FSC menyatakan bahwa Korindo diharuskan untuk menghentikan pemanfaatan hutan dan deforestasi, memenuhi sertifikasi dalam semua kegiatan yang berhubungan dengan kehutanan, dan mematuhi prinsip dari Free Prior and Informed Consent (FPIC).
Bahkan Korindo juga diharuskan melakukan tindakan pemulihan dampak terdahulu dan memastikan untuk memperbaikinya. FSC juga menyatakan akan menghentikan asosiasi terhadap Korindo jika tidak mematuhi ketentuan-ketentuan tersebut.
Deborah menyayangkan, tindakan Korindo yang mencoba mengintimidasi FSC untuk bungkam, sebagaimana mereka juga berupaya melakukan hal yang sama terhadap Mighty Earth dan banyak rekanan NGO lainnya.
Direktur Kampanye Mighty Earth dan FSC Expert Phil Aikman mendesak FSC merilis temuan lengkap haail investigasi. “Para pelanggan Korindo berhak untuk mengetahui kebenaran mengenai asaI-usul prodproduk berkelanjutan tersebut, dan masyarakat berhak untuk mengetahui bagaimana hutan hujan yang sangat berharga ini telah dirusak," kata Aikman.
Aikman minta FSC untuk menghentikan operasi atau asosiasi dengan Korindo, atas dasar itikad buruk perusahaan dan posisi mereka yang menolak untuk menerima konsekuensi dari perbuatannya.
Franky Samperante dari Yayasan Pusaka mengaku menerima keluhan warga korban yang terkena dampak dari perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pembalakan kayu, anak perusahaan Korindo Group, bahwa tanah, hutan dan dusun sagu yang merupakan sumber pangan dan mata pencaharian masyarakat, rusak dan hilang.
Ia mengatakan, sungai sumber air bersih tercemar oleh limbah pabrik dan pestisida. Hak-hak dan kuasa mereka atas tanah sumber kehidupan masyarakat beralih tanpa disadari. "Ancaman kekerasan dan intimidasi dialami masyarakat adat dan buruh kebun," ungkapnya.
Pastor Anselmus Amo, MSC, dari Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Merauke menambahkan, Korindo tidak secara serius mengambil tanggung jawab sosial sebagaimana ketentuan formal dan yang dijanjikan perusahaan.
Seharusnya, kata dia, FSC melakukan konsultasi Iangsung dengan komunitas korban yang terdampak untuk mendapatkan fakta dan memahami lebih luas dampak dari aktifitas Korindo, untuk mengetahui pandangan komunitas mengenai kompensasi yang adil dan tindakan perbaikan apa yang dibutuhkan. "Kami semua siap untuk membantu mengatasi masalah konflik ini," katanya.
Franky menambahkan, selama ini Korindo telah bebas melakukan pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat, dan tindakan ini tidak sejalan dengan pernyataan di media yang seolah-olah telah mengsejahterakan masyarakat adat Papua. "Korindo seharusnya mewujudkan komitmennya dengan sungguh sungguh untuk menghormati dan memulihkan hak masyarakat adat Papua dan perlindungan lingkungan setempat," pesannya. (son)