
JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Kasus perpanjangan kontrak pelabuhan petikemas nasional terbesar Jakarta International Container Terminal (JICT) seperti sengaja dibiarkan berlarut. Kasus ini mencuat sejak 2014 saat operator pelabuhan, Pelindo II meneken perpanjangan JICT dengan Hong Kong Hutchison.
Penyelidikan parlemen dan audit investigatif sebagai audit level tertinggi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendapati privatisasi JICT jilid II (2015-2039) menabrak banyak aturan dan terindikasi korupsi sehingga kerugian negara mencapai Rp4,08 trilyun. Kasus ini pun tengah diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Walau tanpa alas hukum, privatisasi JICT jilid II hingga saat ini berusaha terus dijalankan paksa oleh Pelindo II dan Hutchison. “Jika terus dibiarkan perpanjangan konsesi JICT yang bisa dikatakan ilegal, hal ini menggambarkan Dirut baru Pelindo II Elvyn G Masassya tidak menghargai proses hukum yang sedang dilakukan KPK,” nilai Ketua Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia Nova Sofyan Hakim dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (8/3).
Hal ini tentu mencederai hukum Indonesia dan semangat perlawanan terhadap korupsi. Di mana etika hukum dan praktik tata kelola perusahaan yang baik (GCG) Pelindo II, saat penyelidikan kasus JICT tengah diselidiki KPK, Kontrak tersebut malah dibiarkan berjalan paksa sejak 2015.
Privatisasi Hutchison jilid I akan selesai pada 27 Maret 2019. Setelah itu Hutchison seharusnya tidak berhak menjalankan operasi di JICT. Apalagi isi kontrak privatisasi jilid II banyak ditemukan penyimpangan aturan yang saling terkait dan sistematis.
Oleh sebab itu, Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI) menyatakan:
1. Mengecam Pelindo II membiarkan privatisasi jilid II JICT kepada Hutchison yang terindikasi korup berjalan paksa tanpa alas hukum.
2. Mengutuk segala bentuk upaya Hutchison untuk menguasai pelabuhan nasional JICT paska kontrak habis 27 Maret 2019. Adanya upaya untuk menegosiasi ulang harga tidak bisa menghapuskan pelanggaran aturan atas kontrak perpanjangan JICT antara Pelindo II dan Hutchison yang diteken 5 Agustus 2014 dan diamandemen pada 2 Juni 2015.
3. Mendukung KPK dan Presiden Jokowi untuk segera menyelesaikan kasus kontrak JICT, demi mewujudkan Pelabuhan Indonesia yang bebas korupsi dan cita-cita mewujudkan negara maritim yang berdikari. (grd)