
Kementerian Perhubungan mendukung wacana pembentukan suatu badan yang bertanggung jawab menaungi Sea And Coast Guard. Meski demikian, kelembagaan yang saat ini ada dalam kewenangan yang sama, disarankan tetap bisa dipertahankan. "Ada beberapa opsi, salah satunya tetap seperti sekarang. Ada KPLP (Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai), Bakamla (Badan Keamanan Laut) misalnya, terus disamping itu ya harus ada suatu lembaga (Sea and Coast Guard)," ujar Direktur KPLP Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Ahmad di Jakarta, Minggu (12/5).
Menurut Ahmad, didalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Sea and Coast Guard, sudah disebutkan bahwa perlunya membentuk suatu badan yang Sea and Coast Guard sebagai satu kesatuan untuk menjaga laut NKRI. Meski demikian, dengan luasan wilayah Indonesia yang terdiri lebih dari 17 ribu pulau, keberadaan lembaga-lembaga yang saat ini ada memang juga berperan penting. "Kita menginginkan adanya suatu badan (Sea and Coast Guard). Toh ini masih masih dalam NKRI, apapun kalau misalnya hanya satu lembaga, luas lho (Negara) kita itu," kata dia.
KPLP sendiri, lanjut Ahmad, tetap dengan kewenangannya dan fungsinya saat ini, yaitu terkait kapal, keselamatan, DLKp (Daerah Lingkungan Kepentingan Perairan, adalah perairan di sekeliling daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran), dan DLKr (Daerah Lingkungan Kerja wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan). "Itu kedepan tetap berjalan seperti biasa. Tinggal kemarin Karo Hukum, RPP itu mau ditindaklanjuti, mau dibicarakan. Dia yang menginisiasi kembali," tuturnya.
Sementara itu, Kasubdit Penanggulangan Musibah dan Pekerjaan Bawah Air, Direktorat KPLP Een Nuraini Saidah menambahkan, di negara-negara lain seperti Singapura dan Jepang, memang sudah terbentuk satu lembaga yang khusus menangani Sea and Coast Guard, sehingga kewenangan terkait kelautan tidak tumpang tindih.
Pada negara-negara tersebut, kata Een, beberapa lembaga memang dilebur terkait masalah penegakan hukum nya. Sebagai contoh jika di Indonesia kewenangan penegakan hukum berada di KPLP, Polair, Navy Seal, Bakamla, KKP, hingga Bea dan Cukai (Custom), maka di Singapura dan Jepang menjadi cukup di satu pintu saja, yakni lembaga Sea and Coast Guard. "Jadi memang cuma satu pintu saja untuk pemrosesan terkait kapal. Bahkan untuk enter (masuk wilayah) saja, kalau misalnya Amerika, sebelum masuk ke perairan (Amerika), mereka (Kapal) sudah dihadang Sea and Coast Guard untuk menentukan bisa masuk atau tidak, ISPS nya clear atau enggak. Kalau disini kan gak, dia sudah enter baru diperiksa," jelasnya.
Meski demikian, dijelaskan Een bahwa didalam RPP Sea and Coast Guard yang disusun Kemenhub, sudah ada beberapa pasal tambahan yang menegaskan penguatan, termasuk kewenangan dari lembaga-lembaga yang saat ini memiliki kewenangan di laut. "Kalau di UU pelayaran kan ada statement nya (KPLP) yang berwenang, tapi di RPP nya ada penguatan. Misalnya untuk di perbatasan masih Navy Seal, kemudian untuk eksekusi kapal bermasalah di Polisi. Itu yang masih belum (Clear), karena kalau KPLP kan sipil. Maka itu perlu di mix antara sipil dan aparat, termasuk ada bea dan cukai masuk disitu," pungkasnya.
Sebelumnya, Asosiasi Pemilik Kapal Nasional Indonesia (Indonesian National Shipowners Association/INSA) mendesak pemerintah segera mewujudkan pembentukan Sea and Coast Guard (Badan Penjagaan Laut dan Pantai). "Sea and Coast Guard dapat menurunkan biaya logistik," kata Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto.
Menurut dia, pembentukan badan tersebut bakal mengurangi tumpang tindih dalam penegakan hukum di laut serta memangkas biaya logistik sehingga transportasi laut bisa menjadi lebih efisien dengan adanya penekanan beban biaya.
Apalagi, ia mengingatkan bahwa pembentukan Badan Penjaga Laut dan Pantai juga sudah diamanatkan oleh UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. (son)