JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Tim Advokasi Buruh (TABUR) mengadukan Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Utara dan Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya ke Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) karena telah menghalangi pemberian bantuan hukum terhadap para buruh Awak Mobil Tangki (AMT) Pertamina sejak minggu lalu (18/3).
“Penghalangan akses bantuan hukum ini menyebabkan para buruh AMT Pertamina terlanggar hak-hakya dalam proses hukum dan sekaligus merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam hal proses hukum yang adil,” ujar perwakilan TABUR, Nelson dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (27/3).
Seperti diketahui, belasan buruh AMT Pertamina ditangkap polisi pada 18-19 Maret 2019. Mereka ditangkap tanpa ada surat perintah penangkapan, surat perintah penyidikan, dan keluarga tidak tahu di mana mereka dibawa. Para buruh AMT Pertamina ini dituduh melanggar Pasal 335, Pasal 365, Pasal 368, dan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan diperiksa sebagai saksi dan tersangka tanpa didampingi kuasa hukum. Padahal ancaman dari pasal-pasal tersebut lebih dari 5 (lima) tahun.
Atas penangkapan tersebut, sebanyak 8 orang kini masih ditahan. TABUR yang terdiri dari LBH Jakarta, Kontras, LBH Pers, TURC, Lokataru, YLBHI, dkk.) tak diberikan akses mendampingi para buruh, bahkan mengalami intimidasi berupa dorongan dan teriakan-teriakan dari anggota Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Utara.
“Padahal, hak atas bantuan hukum bagi setiap orang yang diperiksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 14 ayat (3) huruf b Kovenan Internasional Sipil dan Politik sebagaimana telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” tambahnya.
TABUR terdiri dari para advokat yang berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan yang harus dijamin dan dilindungi dalam melaksanakan tugas profesinya demi terselenggaranya upaya penegakan supremasi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Tindakan penghalang-halangan pemberian bantuan hukum kepada para buruh AMT Pertamina merupakan bentuk kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang telah diberikan oleh hukum kepada Kepolisian. Selain merupakan pelanggaran HAM, tindakan ini dinilai sangat berbahaya karena pelarangan pendampingan hukum hanya terjadi di negara-negara totaliter, di mana negara bisa menangkap siapa saja dengan alasan apa saja untuk kemudian diisolasi di suatu tempat tanpa ada yang bisa menemui dan dikenakan dakwaan berat tanpa boleh didampingi oleh penasihat hukum.
PERADI sebagai organisasi advokat di Indonesia memiliki peran vital dalam menegakkan standar dan etika profesional, melindungi advokat dari penganiayaan dan pembatasan serta pelanggaran yang tidak patut, menyediakan layanan hukum bagi semua yang membutuhkannya, dan bekerja sama dengan lembaga pemerintah dan lembaga lain dalam melanjutkan tujuan akhir keadilan dan kepentingan publik.
Pada bagian khusus tentang peranan profesi pengacara menyebutkan asosiasi profesional pengacara harus bekerjasama dengan pemerintah untuk memastikan pengacara dapat melakukan tugas-tugasnya untuk menasihati dan membantu klien sesuai hukum dan standar profesional serta etika yang diakui tanpa adanya campur tangan yang tidak tepat.
“Karena itu, kami meminta Ketua Umum Dewan Perhimpunan Advokat Indonesia memberikan dukungan terhadap para advokat, pengacara, dan asisten bantuan hukum dari Tim Advokasi Buruh (TABUR), termasuk LBH Jakarta agar dapat melaksakan tugas profesinya sesuai dengan kode etik dan peraturan perundang-undangan,” pinta Nelson.
Mereka juga berharap Peradi melakukan investigasi kepada seluruh pihak yang menghalang-halangi para advokat, pengacara, dan asisten bantuan hukum dari LBH Jakarta untuk melaksanakan tugas profesi advokat. (grd)