JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Provinsi Riau dikenal sebagai salah satu daerah penyumbang minyak dan gas (migas) terbesar di Indonesia, setelah Kalimantan. Belakangan, migas tidak lagi menjadi primadona. Sebab, Pemerintah Provinsi Riau kini melirik pariwisata untuk menambah pundi-pundi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Gubernur Riau, H. Arsyadjuliandi Rachman mengakui, migas tidak lagi menjadi primadona setelah adanya pengurangan dan perimbangan dana bagi hasil (DBH) dari Pemerintah Pusat. Hal tersebut berakibat pada defisit anggaran dan menyebabkan kekosongan kas daerah. “Provinsi Riau mulai melirik dan menggencarkan pengembangan sektor pariwisata. Salah satu buktinya dengan Program Riau Menyapa Dunia. Ternyata, perubahan ini membawa grafik yang baik dan Provinsi Riau mengalami kemajuan yang pesat. Dalam laporan Kementerian Pariwisata, Riau disebut berada di peringkat kedua dalam pengembangan wisata setelah Sulawesi Utara,” katanya saat loynching calender of event di Jakarta, Senin (12/2).
Menurutnya, perubahan dilakukan karena Riau memiliki potensi besar dalam hal pariwisata. Sejumlah kawasan wisata Riau juga menjadi lokasi penelitian sumber daya alam. Sebab, di Riau banyak satwa dan tumbuhan yang bisa dipelajari karena masih asri. “Riau sudah ada Pantai Rupat dengan pasir putihnya, Ombak Bono dan kawasan Tesso Nilo, semakin lengkap dengan seni dan budaya di Riau yang beragam. Oleh karenanya, melalui pariwisata Riau semakin pede,” lanjutnya.
Kebijakan dilakukan Pemerintah Provinsi Riau membuahkan hasil. Pendapatan Asli Daerah (PAD) provinsi yang ada di Pulau Sumatera ini meningkat tajam, menembus angka Rp4,2 triliun. Pariwisata menjelma menjadi sektor primadona di Riau. “Sektor pariwisata telah tumbuh dengan sangat baik di sini. Pariwisata memberikan sumbangan bagi daerah dengan angka cukup besar. Progress ini tentu sangat menggembirakan bagi kami,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau, Fahmizal mengatakan, besarnya PAD yang dihasilkan pariwisata tidak terlepas dari jumlah kunjungan wisatawan. Sepanjang 2017, sebanyak 101.904 wisatawan mancanegara (wisman) masuk ke Riau. Jumlah itu surplus 44.388 atau menembus 177,2% dari target 2017.
Industri pariwisata Riau memang pantas bergembira. Maklum, wisatawan yang menginap terkoreksi positif. Di tahun 2017, rata-rata lama waktu tinggal wisatawan mencapai 3,54 hari. Ini melebihi target yang sebesar 3,40 hari, apalagi kehadiran wisatawan juga memberikan transaksi perekonomian melalui pembelian oleh-oleh. “Antara realisasi dengan target tahun 2017 sangat positif. Jumlah kunjungan wisman jauh melebihi target. Kalau dibandingkan dengan tahun 2016, selisihnya jauh. Sebab, jumlah kunjungan wisman 2016 hanya 66.130 dengan target 54,388 orang,” bebernya.
Melihat prospek yang cerah tersebut, Riau langsung mematok target 60.824 buat wisatawan mancanegara atau naik 3.308 orang untuk 2018. Kemudian buat di 2019, target ditambah lagi sebesar 64.332 orang.
Sementara itu, buat wisatawan nusantara di 2018 dipatok 6.550.120 orang, target ini akan terus ditambah di 2019 menjadi 6.828.150 orang. Belum lagi dengan rata-rata wisatawan lama tinggal. Targetnya menjadi 3,75 hari di 2018, untuk 2019 maka durasi menjadi 3,90 hari.
“Kami sudah memiliki perhitungan target kunjungan wisatawan dan lama mereka tinggal di sini. Kami harus terus melakukan evaluasi. Tujuannya agar wisatawan yang datang itu lebih banyak dan mau tinggal lebih lama lagi,” urainya.
Guna memperbesar jumlah wisatawan ke Riau, gerak cepat pun dilakukan. Salah satunya terus berinovasi mengembangkan destinasi, diantaranya dengan Kampung Selfie di Tembilahan.
Belum lagi, konsep wisata bahari terpadu Pantai Marina Puak segera berdiri di Dumai. Pantai ini akan dibangun panggung hiburan besar, pusat cenderamata, serta sarana pendukung lainnya. Harga pun harus murah.
“Kami tetap mengembangkan destinasi. Tujuannya agar pilihan wisatawan semakin banyak, tidak monoton. Kami juga selalu mengingatkan industri pariwisata soal harga, kami yakin mampu bersaing,” paparnya.
Pundi-pundi kunjungan wisatawan bisa semakin membludak buat menikmati pariwisata di Riau, terlebih kemudahan akses kian dilancarkan. Mulai dari udara, laut hingga darat sekaligus. Untuk jalur darat itu sendiri dihubungkan oleh jaringan jalan yang tersambung dari arah Padang di sebelah barat, Medan di sebelah utara, dan Jambi di sebelah selatan.
Di sisi udara, Bandara Sultan Syarif Kasim II menjadi salah satu bandar udara tersibuk di Sumatera, dan dicanangkan menjadi bandara internasional.
Terakhir dari jalur laut. Provinsi Riau memiliki banyak pelabuhan. Hingga kini pembenahan terus dilakukan pada sejumlah pelabuhan dan akan dijadikan ikon pertumbuhan di Riau dan Indonesia.
Pelabuhan di Riau adalah Pelabuhan Dumai yang berada 200 kilometer dari Kota Pekanbaru, Pelabuhan Bandar Sri Laksamana Bengkalis, berada di Kota Bengkalis, Pelabuhan Tanjung Harapan Selat Panjang Kepulauan Meranti, Pelabuhan di Kuala Enok Indragiri Hilir, Pelabuhan Internasional di Siak, Pelabuhan Panipahan Rokan Hilir, terakhir Pelabuhan Sungai Duku di Pekanbaru.
“Riau berada di pintu gerbang internasional, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Sehingga, mempengaruhi pertumbuhan di sektor industri dan pariwisata. Pelabuhan-pelabuhan ini terus dibenahi. Karena, menjadi ikon pertumbuhan di Riau dan Indonesia,” cetusnya.
Perubahan sisi pariwisata Riau yang pesat, dinilai Menteri Pariwisata Arief Yahya bisa menjadi contoh untuk wilayah Indonesia lainnya. Terlebih, Riau mempunyai pemikiran yang smart dalam menjaring PAD melalui pariwisata. “Let’s think smart, itulah yang dilakukan oleh Riau. Pesona pariwisata Indonesia semakin lengkap, di mana Riau memanfaatkan pariwisata sebagai lumbung utamanya. Provinsi Riau keren!,” tutupnya. (son)