JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Bank Indonesia membuka ruang untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI-7DRR) apabila tekanan terhadap nilai tukar rupiah terus berlanjut.
“Apabila tekanan terhadap nilai tukar terus berlanjut serta berpotensi menghambat pencapaian sasaran inflasi dan menganggu stabilitas sistem keuangan, yang merupakan mandat Bank Indonesia, Bank Indonesia tidak menutup ruang bagi penyesuaian suku bunga kebijakan BI-7DRR,” kata Gubernur BI Agus Martowardojo saat jumpa pers di Kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis.
Kendati demikian, lanjut Agus, kebijakan untuk menaikkan suku bunga acuan tersebut akan dilakukan secara berhati-hati, terukur, dan bersifat data dependence, mengacu pada perkembangan data terkini maupun perkiraan ke depan.
BI memandang, depresiasi rupiah yang terjadi akhir-akhir ini lebih disebabkan oleh penguatan mata uang dolar AS terhadap hampir semua mata uang dunia (broad based). Penguatan USD tersebut adalah dampak dari berlanjutnya kenaikan yield US Treasury atau suku bunga obligasi negara AS hingga mencapai 3,03 persen, tertinggi sejak 2013.
“Selain itu, depresiasi rupiah juga terkait faktor musiman permintaan valas yang meningkat pada triwulan II antara lain untuk keperluan pembayaran utang luar negeri dan pembiayaan impor, dan dividen,” ujar Agus.
Menurut Agus, fundamental ekonomi Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang kuat. Inflasi masih sesuai dengan kisaran 2,5-4,5 persen, defisit transaksi berjalan lebih rendah dari batas aman tiga persen dari PDB, momentum pertumbuhan ekonomi berlanjut diikuti oleh struktur pertumbuhan yang lebih baik, dan stabilitas sistem keuangan yang tetap kuat.
Kepercayaan asing juga terus membaik yang tercermin pada upgrade rating Indonesia oleh Moody’s, JCRA, dan R&I serta dimasukkannya obligasi negara ke dalam Bloomberg Global Bond Index.
Sampai dengan Rabu (25/4) lalu, tekanan masih berlanjut. Rupiah kemarin terdepresiasi sebesar -0,23 persen atau -1,09 persen (month to date atau 1-25 April 2018). Depresiasi rupiah ini masih lebih rendah dibandingkan dengan depresiasi mata uang negara Asia lain termasuk Thailand THB (-1,14 persen, mtd), Malaysia MYR (-1,23 persen, mtd), Singapore SGD (-1,24 persen, mtd), Korea Selatan KRW (-1,58 persen, mtd), dan India INR (-2,57 persen, mtd).
Dengan memperhatikan perkembangan tersebut, lanjut Agus, Bank Indonesia telah melakukan langkah-langkah stabilisasi baik di pasar valas maupun pasar SBN (dual intervention) untuk meminimalkan depresiasi yang terlalu cepat dan berlebihan.
Ke depan, untuk memperkuat upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya dengan tetap mendorong mekanisme pasar, Bank Indonesia akan menempuh langkah-langkah salah satunya senantiasa berada di pasar untuk memastikan tersedianya likuiditas dalam jumlah yang memadai baik valas maupun rupiah; “Selain itu, kami juga akan memantau dengan seksama perkembangan perekonomian global dan dampaknya terhadap perekonomian domestik dan mempersiapkan ‘second line of defense’ bersama dengan institusi eksternal terkait,” ujar Agus. (grd/ant)