KEEROM (bisnisjakarta.co.id) – Ada kekhawatiran sementara pihak terkait permintaan Tim kuasa hukum Gubernur Papua agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengizinkan Lukas Enembe kembali berobat ke luar negeri, dapat dimanfaatkan untuk melarikan diri dari kasus dugaan korupsi yang selama ini menjeratnya. Namun tokoh muda dari Kabupaten Keerom, Ferdinan Fernando Asso menampik kekhawatiran itu.
‘’Beliau (Lukas Enembe) adalah salah satu orang tua kami. Jadi, kami tahu (Lukas) ini orang tua yang sangat bertanggung jawab dan saya pribadi merasa beliau tidak akan mempermalukan kami bangsa Papua yang besar ini. Jadi beliau akan tetap mengikuti proses yang sudah ditetapkan oleh penegak hukum,’’ kata aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Pemantau Kinerja Aparatur Negara (Gempur) ini di Keerom, Kamis (15/12/2022).
Fernando mengakui, ada beberapa pejabat di republik ini, termasuk dari Papua, ketika ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi, kemudian melarikan diri ke luar negeri, dan membuat citra orang Papua rusak. Namun, Sarjana Teknik yang pernah empat tahun belajar di luar negeri ini yakin, jika Gubernur Papua diizinkan berobat ke luar negeri, negara, dalam hal ini KPK, tentu akan menerapkan proteksi khusus terhadap orang nomor satu Papua itu.
‘’Saya tidak khawatir, karena ada sistem pengamanan atau proteksi yang baik dari negara untuk bagaimana bisa mengawal salah satu pejabat negara. Karena banyak sekali harapan dari masyarakat Papua, ingin pemimpin Papua saat ini (Lukas Enembe) dalam kondisi sehat, sehingga beliau dapat sampaikan kepada publik Papua khususnya dan kepada seluruh rakyat Indonesia tentang kecurigaan atau kasus (korupsi) yang saat ini sedang viral di publik Papua saat ini,” tandas pemuda kelahiran Kampung Yammua, Arso, ini.
Sedangkan mengenai biaya berobat Lukas ke luar negeri yang belakangan sempat menjadi polemik, Fernando mengatakan, dirinya tidak mempermasalahkan Lukas menggunakan APBD Provinsi Papua, sepanjang dapat dipertanggung jawabkan secara transparan kepada masyarakat.
“Saya pikir, tidak menutup kemungkinan harus menggunakan APBD karena beliau saat ini adalah pemimpin aktif, yang saat ini masih menjabat. Saya rasa untuk penggunaan anggaran APBD tidak jadi persoalan untuk pengobatan tersebut. Karena selama itu bisa dipertanggungjawabkan secara transparan kepada negara dan kepada seluruh masyarakat,’’ sebut Fernando.
Fernando juga terus mendorong KPK untuk lebih intensif menginvestigasi oknum-oknum pejabat daerah di Papua yang terindikasi memperkaya diri secara illegal dengan menyalahgunakan wewenang jabatan, sebagaimana KPK lakukan terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe.
Namun untuk solusi jangka panjang, Fernando setuju KPK dalam rangka melaksanakan fungsi proteksi atau pencegahan korupsi, dapat membentuk ‘Kampung Antikorupsi’ di sejumlah kabupate/kota di Papua. Melalui Kampung Anti Korupsi ini, menjadi semacam Lembaga Pendidikan informal bagi para pengelola dana desa, para pemuka adat, para pemuda dan pelajar, tentang cara-cara mengelola dana pembangunan Kampung secara baik dan benar, serta dapat mereduksi potensi korupsi di tingkap masyarakat sebagai para penerima manfaat dana Otsus.
‘’Desa atau kampung antikorupsi itu saya pikir penting sekali, supaya masyarakat sendiri bisa mengawasi program pembangunan kampung. Ada dua program pembangunan yang kami kenal di kampung. Yaitu program dana desa yang sumber dananya dari Pusat, dan program ADD (Alokasi Dana Desa) yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Harapan saya, mungkin Pemerintah bisa membuka ruang untuk pembentukan desa antikorupsi ini yang melibatkan masyarakat asli Papua,” harap Fernando. *rah