
Bisnisjakarta.co.id – Proses hukum terhadap AG, seorang tokoh media senior di Bandung, yang terjerat kasus dugaan pemalsuan dokumen terkait jual beli tanah di kawasan Maribaya, Lembang, terus menuai sorotan.
AG dilaporkan dengan tuduhan memalsukan atau menyuruh membuat keterangan palsu dalam akta otentik. Padahal, menurut kuasa hukumnya, Hotma Bhaskara, kliennya adalah pihak pembeli yang beritikad baik.
“AG, yang sudah berusia lebih dari 70 tahun dan merupakan tokoh media di Bandung, adalah pembeli beritikad baik. Namun kini malah dijerat sebagai tersangka. Ini adalah bentuk kriminalisasi yang terstruktur,” ujar Hotma Bhaskara yang didampingi Bobby Siregar, di Bandung, Senin (28/7/2025).
Dijelaskan Hotma, pada April 2015, AG membeli sebidang tanah senilai Rp2,5 miliar dari almarhum Djedje Adiwiria. AG bahkan diminta membantu proses hukum terkait kepemilikan lahan itu terhadap pihak lain. Dalam proses peradilan yang berlangsung, AG selalu memenangkan perkara, dan pengadilan menyatakan bahwa Perjanjian Jual Beli (PPJB) antara AG dan almarhum Djedje, sebagaimana tertuang dalam Akta PPJB Nomor 7 Tanggal 15 April 2015, adalah sah dan wajib ditindaklanjuti dengan Akta Jual Beli.
Namun kini, AG dituding menggunakan surat pernyataan ahli waris palsu dalam transaksi tersebut. Hotma menegaskan, kliennya hanya berperan sebagai pembeli.
“Ada ketidakadilan dalam penanganan kasus ini. Masih banyak pihak yang semestinya diperiksa namun belum dimintai keterangan. Klien kami pun belum mendapat kesempatan menghadirkan saksi yang meringankan. Ini memperkuat dugaan bahwa ada unsur mafia tanah dalam kasus ini,” ujarnya.
Menurut Hotma, tuduhan terhadap AG seharusnya tidak berdasar, sebab hasil uji laboratorium forensik menunjukkan bahwa tanda tangan pelapor dan tiga ahli waris lainnya sesuai dengan yang tercantum dalam surat pernyataan tertanggal 15 April 2015.
“Kami menilai tidak ada satu pun unsur pidana yang terpenuhi dalam tuduhan terhadap AG. Kejanggalan seharusnya bisa dilihat oleh penyidik, mengingat hasil pemeriksaan laboratorium forensik menunjukkan tanda tangan pelapor dan tiga ahli waris lainnya identik dengan yang tercantum dalam surat pernyataan tertanggal 15 April 2015. Jika surat itu dianggap palsu, maka pelaporlah yang membuatnya,” tegas Hotma.
Dari sisi pembuktian, Notaris Dede Aminah juga menyatakan bahwa ia tidak pernah memberikan surat pernyataan tertanggal 15 April 2015 kepada Advokat Tomson Panjaitan. Selain itu, minuta Akta PPJB Nomor 7 Tanggal 15 April 2015 pun dinyatakan hilang.
Kuasa hukum AG menduga adanya keterlibatan mafia tanah dalam kasus ini, terutama setelah pelapor menawarkan pencabutan laporan dan mengganti uang senilai dua kali nilai transaksi pembelian tanah dengan syarat AG bersedia membatalkan PPJB.
Hotma menilai, langkah pelaporan pidana ini berkaitan erat dengan upaya untuk menggugurkan kepemilikan tanah yang sah milik AG.
“Setelah para ahli waris (Alm) Djedje Adiwiria beserta mafia tanah yang diduga berada di belakang para ahli waris tersebut kehabisan akal mengingat telah sempurna kekuatan hukum transaksi yang dilakukan antara AG dengan (Alm) Djedje Adiwiria, maka kami menduga mereka kemudian menggandeng oknum-oknum Aparat Penegak Hukum melakukan kriminalisasi terhadap AG,” ungkap Bhaskara.
Sebagai respons atas proses hukum yang dinilai tidak adil, Tim Kuasa Hukum AG telah menempuh berbagai langkah, antara lain:
- Mengajukan permohonan ke Kejaksaan Agung untuk dilakukan eksaminasi terhadap perkara ini.
- Menyampaikan pengaduan kepada Irwasum Polri agar Satgas Mafia Tanah dapat turun tangan menyelidiki perkara.
- Mengadukan penanganan perkara ke Komisi Kejaksaan terkait proses pemeriksaan oleh JPU Kejati Jabar.
- Menggugat oknum-oknum di Polda Jabar dan Kejati Jabar yang diduga berkolaborasi dengan mafia tanah dan mafia hukum, serta menyurati Ketua PN Bandung agar menunjuk hakim netral.
- Mengirimkan surat ke Dewan Kehormatan Notaris terkait dugaan kelalaian Notaris Dede Aminah atas hilangnya dokumen-dokumen penting transaksi jual beli tersebut.
Hotma Bhaskara juga mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dalam membeli tanah, karena kejadian serupa bisa menimpa siapa saja.
“Jika Sdr. AG yang merupakan salah satu tokoh besar di Bandung ini tidak mendapatkan keadilan, maka kriminalisasi oleh mafia tanah dan mafia hukum seperti ini akan berulang terjadi kepada siapapun terkhusus kepada kita yang merupakan masyarakat biasa,” tandas Bhaskara.***