SP JICT Tagih Komitmen Pemerintah

JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Pemerintah Indonesia harus segera menyelesaikan permasalahan hukum pada perpanjangan kontrak kerja sama usaha (KSU) Jakarta International Container Terminal (JICT) antara Pelabuhan Indonesia II (Persero) dan Hutchison Port Holdings. Bukan sekadar untuk membuktikan komitmen pemerintah dalam membasmi praktik korupsi, namun juga demi kesejahteraan rakyat Indonesia.

Dugaan korupsi pada perpanjangan KSU JICT antara Pelindo II dan Hutchison Port Holding masih belum juga diselesaikan secara hukum. Meskipun BPK RI telah menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp 4,08 triliun, penegakkan hukum terhadapnya seakan masih jauh panggang dari api. Pasalnya, kasus ini seolah didiamkan saja oleh pemerintah.

Pertanyaannya, siapa yang harus bertanggung jawab menyelesaikan permasalahan ini? Jawabannya jelas, Presiden Joko Widodo beserta jajaran menterinya.

Menteri BUMN Rini Soemarno memberikan persetujuan prinsip kepada Pelindo II untuk memperpanjang kerja sama pada 9 Juni 2015 dengan syarat pendahuluan. Salah satu syarat pendahuluan yang ia berikan adalah komposisi saham Pelindo II di JICT harus 51%. Pada kenyataannya, komposisi saham Pelindo II di JICT masih belum 51%.

Di awal, Rini Soemarno seharusnya memastikan ketaatan Pelindo II terhadap Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG) pada BUMN ketika melakukan perpanjangan kontrak. Izin prinsip tersebut seolah menegasikan berbagai penyimpangan yang dilakukan Pelindo II terhadap prinsip-prinsip GCG.

Perpanjangan KSU JICT tahun 2015 dapat dikatakan tidak memiliki dasar hukum. Pasalnya, izin konsesi yang Pelindo II peroleh dari Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok pada 11 November 2015 tidak bersifat retroaktif. Hal ini disampaikan secara tegas oleh mantan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan di Rapat Pansus Pelindo II pada 2 Desember 2015. Sehingga kontrak final yang ditandatangani pada 7 Juli 2015 tidak beralaskan izin konsesi dan lemah secara hukum.

Terkait dengan izin konsesi, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi seharusnya memberikan koreksi lebih lanjut kepada Pelindo II. Pelanggaran ini menyangkut penegakkan UU Pelayaran 2008 yang telah berlaku semenjak tahun 2011. Jika Budi Karya Sumadi tidak menegaskan perihal izin konsesi kepada Pelindo II, maka sama saja tidak menegakkan amanat perundang-undangan.

Presiden Jokowi tentunya memiliki komitmen untuk membasmi tindak pidana korupsi dan menegakkan hukum di tanah air. “Di masa-masa akhir kepemimpinannya, kita harus menagih komitmen ini. Salah satunya adalah melalui penyelesaian kasus dugaan korupsi pada perpanjangan KSU JICT,” ungkap Sekjen SP JICT M Firmansyah dalam keterangan tertulisnya di Jakarta Minggu (12/5).

JICT sebagai gerbang perekonomian nasional memiliki peran yang penting dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Oleh karenanya, Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Jokowi mengemban tanggung jawab atas penyelesaian masalah ini. (grd)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button