
Moenek mengakui melakukan pembatalan undangan yang telah dikirim kepada Ratu Hemas. Dia beralasan pembatalan dilakukan karena pihaknya berpegang pada ketentuan perundangan bahwa pemberhentian permaisuri Sri Sultan Hamengkubuwono X itu telah efektif meski Presiden Joko Widodo belum mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) pemberhentiannya. "Meski pemberhentiannya belum ada Keppres, tapi sesuai Pasal 26 ayat 5 Peraturan DPD RI Nomor 3 Tahun 2018 tentang Tata Tertib DPD, apabila Presiden belum meresmikan pemberhentian maka setelah 14 hari pengajuan pemberhentian, anggota sebagaimana dimaksud tidak boleh mengikuti kegiatan DPD dengan tanpa mengurangi hak administratifnya," urai Donny.
Karena hak administratifnya tidak dikurangi, Dony menegaskan isteri
Raja Kesultanan Yogyakarta itu tetap mendapat gaji pokok sebagai anggota, namun tidak menerima uang tunjangan dari berbagai kegiatan dan sidang-sidang DPD RI. "Kalau gaji pokok diterima, tapi tunjangan tidak, karean beliau tidak mengikuti kegiatan," jelasnya.
Soal polemik undangan yang ditariknya kembali setelah diberikan kepada Ratu Hemas, Dony membantah disebut kecolongan. Sebab undangan Sidang tahunan MPR RI sebanyak 3.100 undangan tetap disisir kembali sebelum hari H pelaksanaan. "Nah, dalam penyisiran terakhir terdapat nama Gusti Kanjeng Ratu Hemas dan kemudian dicabut. Tak benar kalau Kesekjenan DPD RI dinilai kecolongan, karena pada dasarnya itu bagian dari koreksi. Prosedurnya begitu," jelas mantan Kapuspen Kemendagri ini.
Ia menegaskan kembali, penarikan undangan yang tekah diterima Ratu Hemas terpaksa dilakukan karena pihaknya taat aturan. "Jadi tidak benar kalau kami disebut mempermalukan Ibu Ratu Hemas. Pencabutan itu semata karena Sekjen DPD RI patuh dan taat pada aturan," tandasnya. (har)