JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Strategi pemasaran pariwisata dan kunjungan wisatawan dinilai masih berkutat pada upaya mengejar jumlah kunjungan, akibatnya peningkatan jumlah wisatawan tidak berbanding lurus dengan peningkatan devisa negara dari sektor pariwisata.
Persoalan tersebut mengemuka dalam rapat kerja Komisi X DPR RI dengan Menteri Pariwisata Arif Yahya di ruang Komisi X DPR, Gedung DPR RI, Rabu (25/4).
Rapat membahas tentang evaluasi terhadap strategi pemasaran pariwisata dan kunjungan wisatawan, juga laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di sektor pariwisata.
Ketua Komisi X DPR Djoko Ujianto mengatakan Komisi X yang membidangi memiliki perhatian besar mendorong pemerintah mencapai target wisatawan mancanegara (wisman) dan penerimaan devisa pariwisata tahun 2019.
“Devisa pariwisata harus menjadi nomor satu pada tahun 2019 dengan target sebesar Rp280 triliun,” kata Djoko dalam rapat.
Djoko menjelaskan, pada tahun 2017 sektor pariwisata adalah penyumbang devisa terbesar kedua setelah minyak sawit mentah (CPO), yang jumlahnya mencapai Rp203 triliun. Bila merujuk pada cadangan devisa per akhir Desember 2017 sebesar Rp1.744 triliun, maka devisa pariwisata berkontribusi sebesar 11,64 persen.
Untuk itu, pemerintah diminta memanfaatkan data yang disajikan oleh Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO) dan laporan World Economic Forum 2017, bahwa wisman akan mencapai 1,8 miliar pada tahun 2030, dengan tingkat pertumbuhan kunjungan per tahun sebesar 3,3 persen.
“Komisi X DPR RI mendorong Kementerian Pariwisata agar melakukan tidak hanya mengejar jumlah kunjungan, tetapi bagaimana meningkatkan devisa negara dari sektor pariwisata,” kata Djoko dalam rapat.
Untuk mengejar target tersebut, perlu pemahaman sama bagi para pemangku kepentingan, bahwa pariwisata merupakan sektor unggulan yang dapat menjadi sumber utama penghasilan devisa negara.
“Karenanya, Kemenpar perlu meningkatkan koordinasi dan sinergitas dengan kementerian dan lembaga lain, pemerintah daerah, dan para pemangku kepentingan kepariwisataan,” ujarnya.
Hal lain, menurut politisi Partai Demokrat ini, pemerintah perlu menyiapkan ekosistem pariwisata, infrastruktur, dan tata kelola yang lebih baik, agar sektor pariwisata dapat terus tumbuh menjadi kontributor pergerakan ekonomi.
“Kami mengusulkan yang perlu ditingkatkan antara lain program sadar wisata, 10 pemasaran pariwisata prioritas, destinasi wisata Batam, event Asian Games 2018, pertemuan tahunan IMF 2018 di Bali, hingga Taman Mini Indonesia Indah,” paparnya.
Di tempat sama, Menteri Pariwisata Arief Yahya menjelaskan perolehan devisa sektor pariwisata menunjukkan tren positif dan mengalami kenaikan setiap tahunnya. Tahun 2015 perolehan devisa sebesar Rp12 miliar dolar AS, dan tahun 2016 sekitar Rp13 miliar dolar AS.
Kenaikan devisa itu, sejalan dengan meingkatnya kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia yang menunjukkan tren positif dan mengalami peningkatan tiap tahunnya. “Pada tahun 2017 jumlah wisman adalah 14.039.799 kunjungan,” katanya.
Di era digital ini, Kemenpar juga melakukan perubahan strategi yaitu pendekatan pemasaran pariwisata yang tidak hanya mengandalkan hight tech tetapi juga memberikan sentuhan humanis.
Di sisi lain, branding Wonderful Indonesia terus digaungkan pemerintah. Hasilnya cukup menggembirakan yaitu dengan berhasilnya Indonesia memperoleh 29 penghargaan di 8 negara di awal tahun 2018.
“Indonesia berhasil naik 1 peringkat menjadi peringkat ke 2 dalam Global Muslim Travel Index 2018. Selain itu, Indonesia juga berhasil meraih 3 penghargaan pada acara Global Destination Marketing Summit dan World Culture and Tourism Forum 2018,” kata Arief. (har)