PD Siliwangi, Berkembang di Tengah Serbuan Produk Impor

SUKABUMI (Bisnisjakarta)-
Serbuan produk impor dalam berbagai jenis yang banyak masuk pasar dalam negeri, tidak mempengaruhi omset PD Siliwangi. "PD Siliwangi mempunyai segmen pasar sendiri, sehingga tidak mempengaruhi omset penjualan," kata H Enjon Hasanudin, penerus usaha PD Siliwangi, saat ditemui di tokonya di Cisaat, Sukabumi, Sabtu (18/5).

Enjon mengatakan, PD Siliwangi yang menjadi binaan BNI ini memproduksi berbagai jenis senjata tajam, seperti golok, pedang, samurai, pisau, dan aneka alat pertukangan seperti cangkul, garu, cetok, dan sebagainya hingga perkakas rumah tangga, trrmasuk perlengkapan atau asesoris militer dan kepolisian.

Enjon merupakan generasi ketiga PD Siliwangi. Ia memulai usaha ini sejak tahun 2000-an, meneruskan langkah ayahnya H Endin Saprudin yang sudah menjalankan usaha itu sejak tahun 1980-an. “Kalau bapak saya mah mungkin sebelum saya lahir, tahun 75-an saat masih muda dulu. Apalagi kakek saya sejak jaman Jepang,” katanya.

Dia lantas bercerita bagaimana PD Siliwangi berdiri dan berkembang hingga saat ini. Bahkan mampu bertahan di tengah gempuran produk asing. Menurut Enjon, dari sisi produksi, dahulu semua produk dikerjakan secara manual dengan tangan. Untuk membuat golok misalnya harus ditempa, dikerok dan dikikir seperti laiknya empu zaman kerajaan membuat keris.

Dengan cara manual seperti itu, angka produksi pun sangat minim. Dalam seminggu hanya bisa membuat 10 golok. “Kalau sekarang sudah ada mesinnya, ada pelatnya dan tinggal dipoles aja untuk finishing. Seminggu bisa ratusan,” ucapnya.

Dari sisi skala usaha, lanjut dia, dahulu sang kakek belum memiliki toko. Hanya bekerja di bengkel dengan satu dua orang pekerja. Saat ini, PD Siliwangi sudah memiliki toko dua lantai dengan bengkel workshop tersendiri dan 25 karyawan. Seperti halnya proses produksi yang manual, dulu pemasaran dilakukan para pendahulunya dengan cara door to door, dari toko ke toko, hingga masuk kantor keluar kantor dan instansi.

Manfaatkan Medsos

Di era internet saat ini PD Siliwangi sudah memanfaatkan website dan media sosial (medsos) untuk memasarkan produk-produknya, serta sesekali mengikuti pameran hasil kerajinan. Selain dapat meningkatkan penjualan, Enjon mengakui website dan medsos juga untuk menghadapi persaingan dengan produk asing khususnya asal Tiongkok. "Sekarang kami menerima pesanan secara daring tinggal mengirimkannya ke pembeli,” ucap Enjon seraya menambahkan produknya selain ke Jakarta, sudah dikirim sampai ke Surabaya, Sumatera, Kalimantan, bahkan ekspor ke Malaysia.

Golok Cibatu, Sukabumi memang sudah dikenal seantero negeri. Maklum, 80% penduduk Cibatu merupakan pengrajin logam dengan spesialisasinya golok. “Ciri khas dari golok hasil pengrajin Cibatu bahannya terbuat dari baja per dengan pegangan dari bahan tanduk kerbau,” kata Enjon.

Selain golok, kata dia, yang banyak diminati pembeli adalah sangkur, dan samurai. Sangkur banyak dipesan oleh TNI dengan kisaran harga Rp 35.000 sampai Rp 150.000. Sedangkan produk PD Siliwangi yang paling mahal adalah Samurai sebesar Rp 3 juta. Enjon mengatakan pihaknya juga membuat samurai karena dulu banyak orang Jepang yang memburu samurai antic, sisa peninggalan jaman Jepang. “Oleh karena itu akhirnya kami buat juga samurai,” katanya.

Terkait dukungan perbankan,
Enjon menjelaskan, pada awalnya mengajukan kredit ke BNI sebesar Rp 50 juta. Karena usahanya berkembang seiring permintaan pasar yang terus meningkat, kredit usaha yang diajukannya pun terus naik, hingga saat ini sudah menjadi Rp 200 juta. “Omzet per bulan saat ini bisa di atas Rp 50 juta,” ujar Enjon.

Sementara itu, Vice President bidang Bisnis BNI Kantor Cabang Sukabumi Salahuddin mengatakan, selain PD Siliwangi, BNI telah membantu beberapa perajin logam di daerah Cibatu. “Paling kecil kami memberikan kredit kemitraan Rp 10 juta tanpa jaminan. Paling besar untuk kredit ini Rp 500 juta. Tapi ada juga jenis kredit lain BNI Wirausaha sebesar Rp 1 miliar dan sudah ada yang mengambil juga,” ujarnya.

Di luar itu, kata dia, usaha kecil menengah (UKM) yang menjadi binaan BNI masih banyak lagi, tersebar di sektor produksi, ritel, pertanian hingga pariwisata. "Ada yang pakai KUR, ada kredit mikro yang tanpa jaminan. Tahun lalu kita salurkan Rp76 miliar. KUR yang paling banyak masih perdagangan, tapi terus kita perluas hingga ke industri penunjang," ujarnya. (son)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button