
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memastikan keseriusannya menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Provinsi Bali di tahun ini. Kesiapan tersebut dibuktikan dengan telah rampungnya Naskah Akademik maupun draf RUU Provinsi Bali untuk segera diajukan, dibahas dan diselesaikan secepatnya. "RUU Provinsi Bali ini sudah sangat lengkap sekali sehingga untuk lebih produktif program legislasi DPR dan Baleg, maka RUU ini harus menjadi skala prioritas pembahasan," ucap Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR I Ketut Kariyasa Adnyana, S.P di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/2).
Menurut Kariyasa, semua alat kelengkapan dewan (AKD) di DPR baik anggota Baleg, Komisi II DPR, dan sembilan fraksi yang ada di DPR sudah sepakat penyelesaian secepatnya pembentukan RUU Provinsi Bali sehingga pemangku kepentingan dan semua komponen masyarakat Bali memiliki dasar hukum yang kuat agar sistem ketatanegaraan dan perundangan menyangkut proses pemerintahan di Pulau Dewata itu bisa berjalan sesuai dengan kontitusi dan ketentuan perundangan yang berlaku. "Kami di Baleg, juga dari Komisi II DPR, fraksi-fraksi, serta hampir semua AKD di DPR RI sudah mengusulkan sehingga agar lebih optimal karena Legislasi itu merupakan wajah DPR. Kita mendorong agr lebih banyak UU yang dihasilkan," imbuh politisi dari PDI Perjuangan ini.
Kariyasa mengakui banyak pihak mengusulkan RUU untuk bisa secepatanya dibahas, namun selama ini yang RUU yang lain baru sebatas usulan yang tidak diikuti dengan naskah akademik dan draf RUU.
Selain itu, di internal Baleg dan Komisi II DPR sendiri sudah ada kesepakatan akan menggunakan model pembahasan komulatif terbuka sehingga pembahasannya tidak terikat pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.
Sehingga meski RUU Provinsi Bali tidak masuk dalam Prolegasn prioritas Pembahasan Tahun 2020, namun apabila DPR merasa perlu dan mendorong RUU ini segera dibahas, maka sewaktu-waktu RUU ini bisa segera dibahas tahun ini juga. "Sehingga kalau ingin dibahas dalam Prolegnas tahun ini, kami yakin pemerintah sudah sangat mendukung sehingga kami harap agar ini bisa dibahas. Mengingat sangat pentingnya penyelesaian RUU ini," tegas Anggota Komisi IX DPR RI dari daerah pemilihan Bali ini.
Anggota Baleg DPR lainnya, Putra Nababan menilai kehadiran RUU Provinsi Bali sangat spesial bagi DPR. "Saya di Baleg dan Komisi X DPR. Kami melihat RUU Provinsi Bali ini bukan justru menjadi moment perbaiki apa yang diperbaiki Bali. Karena Bali itu bukan hanya punya orang Bali, bukan hanya punya orang Indonesia, tetapi Bali punya dunia," tegas mantan wartawan dan putra politisi senior PDIP Panda Nababan ini.
Diakui Putra Nababan, salah satu pertimbangan dari draf RUU yang menyatakan bahwa UU Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Provinsi Bali, NTb dan NTT sudah tidak cocok lagi dengan konstitusi dan sistem ketatanegaraan saat ini, karena konstitusi yang digunakan dasar hukumnya adalah UUD Sementara dan bentuk negaranya masih federal. "UUD 1958 sudah tidak bisa dirujuk. Tapi masih dipakai tentu ini betul-betul tidak sesuai dengan kaidah hukum ketatanegaraan," ucap Putra.
Di sisi lain, pemerintah provinsi Bali maupun pemerintahan di tingkat Kabupaten dan Kota se-Bali harus memiliki perangkat hukum dan peraturan daerah yang harus mengikuti dinamika yang terus berkembang. "Hampir semua orang Bali bisa memberi masukan tentang Bali. Sebab ada kekhawatiran tentang pemilikan tanah, budaya, pendidikan dan stagnasisasi. Juga tentang vokasi, tumbuhnya jumlah hotel yang memang ada peningkaan signifikan," ujarnya.
Oleh karena itu, Bali harus memiliki UU baru yang mampu menjawab berbagai problem yang ada saat ini. "Saya ingin UU baru Bali nanti membuat kita dapat mengelevasi Bali kembali. Karena kalau bicara bisnis unusual, Bali pasti akan ketinggalan. Saya berharap UU Provinsi Bali ini buat Bali lebih melompat lagi tapi tetap dapat menjaga budayanya," tegas Putra. (har)