JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Pengamat hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono menilai sikap Setya Novanto yang menolak panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus KTP elektronik merupakan praktik pembangkangan hukum.
“Jika terus dibiarkan akan dapat merusak kepercayaan publik kepada sistem hukum dan demokrasi secara keseluruhan,” ujar Bayu melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Rabu.
Bayu menilai alasan Novanto untuk tidak memenuhi panggilan KPK adalah alasan yang mengada-ada dan tidak berdasar hukum. “Besar kemungkinan alasan tersebut sengaja dibuat dengan maksud mengulur-ngulur waktu guna menghambat pengungkapan kasus mega korupsi ini,” tambah Bayu.
Bayu menyebutkan seluruh alasan yang digunakan Novanto untuk menolak panggilan KPK dapat terbantahkan menurut hukum. “Maka sudah waktunya KPK melalui perangkat aturan perundang-undangan yang ada untuk segera melakukan upaya paksa dalam memeriksa Setya Novanto,” kata Bayu.
Bayu berpendapat KPK dapat menerapkan Pasal 21 UU Tipikor tentang perbuatan menghalang-halangi proses penegakan hukum. Pasal 21 UU Tipikor tersebut mengatur ancaman sanksi pidana bagi tiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (grd/ant)