
DPP Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM) menggelar aksi menuntut agar pemerintah membatalkan rencana kenaikan cukai rokok, karena merugikan dan mengancam status pekerja industri rokok. Aksi yang diikuti pengurus dan anggota FSP RTMM dengan cara menyampaikan aspirasi kepada pemerintah melalui Kementerian Keuangan di Jakarta, Senin (23/9).
Aksi yang dipimpin Ketua Umum
FSP RTMM Sudarto dan Sekretaris Umum FSP RTMM Yayan Supyan meminta pertanggung jawaban pemerintah atas penurunan penghasilan pekerja industri rokok akibat kenaikan cukai ini. Mereka juga meminta jaminan pengawalan, pengawasan dan perlindungan dari pemerintah atas resiko PHK pekerja industri rokok, yang menyangkut hak-hak pekerja serta prosedur PHK.
Rencana pemerintah untuk menaikkan cukai rokok sebesar 23% dan harga jual eceran (HJE) sebesar 36% untuk tahun 2020, menurut Sudarto, dikhawatirkan berdampak pada kelangsungan lapangan pekerjaan sebagian besar anggota FSP RTMM diantaranya dapat menyebabkan penurunan penghasilan pekerja pada industri rokok dan bahkan pengurangan atau pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri rokok.
Tuntutan ini, jelas Sudarto, merupakan hasl kajian atas pertemuan FSP RTMM di Bogor beberapa hari lalu yang menolak kenaikan tarif cukai industri hasil tembakau sebesar 23% dan harga jual eceran sebesar 35%, karena dampaknya dapat merugikan pekerja (penurunan penghasilan dan bahkan PHK).
Menurut Sudarto, kenaikan cukai industri hasil tembakau wajib memperhatikan masukkan dari serikat pekerja dan pihak-pihak terkait lainnya. "Industri rokok kretek sebagai industri khas Indonesia dan padat karya hendaknya menjadi perhatian lebih dari pemerintah, terutama terkait aspek kelangsungan dan kesejahteraan pekerja," tegas Sudarto.
Sudarto mengatakan, kenaikan tarif cukai dan HJE yang tinggi akan berpotensi menumbuhkan industri rokok ilegal yang sangat berdampak pada semua pihak terkait. Ia memastikan, penggunaan dana bagi hasil cukai – hasil tembakau (DBHC-HT) harus memasukkan aspek kesejahteraan dan perlindungan pekerja rokok dalam pemanfaatannya.
Apabila pemerintah tidak menanggapi masukkan dari pekerja industri rokok yang tergabung dalam FSP RTMM-SPSI, Sudarro menegaskan, pihaknya akan melakukan unjuk rasa secara nasional di seluruh Indonesia.
FSP RTMM-SPSI merupakan serikat pekerja di sektor industri rokok tembakau makanan dan minuman dengan jumlah anggota sebanyak 246.362 orang. FSP RTMM-SPSI berdiri tahun 2993 dengan pengurus cabang di 79 kota/kabupaten seluruh Indonesia. Saat ini anggota yang bekerja di sektor industri rokok sebanyak 151.615 orang (62 %), dalam kurun waktu lima tahun belakangan ini terus mengalami penurunan yang cukup tajam hingga tersisa 61.121 orang, karena terkena PHK akibat berbagai macam kondisi yang terjadi saat ini.
Realitas dan fakta di lapangan, bertahun-tahun pekerja atau buruh selalu menjadi pihak yang lemah dan sangat mudah dikorbankan, dan sebagai bagian dari rakyat Indonesia pekerja di sektor industri hasil tembakau (pekerja pabrik rokok) mempunyai hak atas perlindungan dan jaminan untuk bekerja dan berpenghasilan yang memenuhi kehidupan yang layak mengingat pekerjaan tersebut adalah legal. (son)