Asian Games Kurang Greget, Ternyata Ini Penyebabnya

JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Keluhan Presiden Jokowi perihal gaung Asian Games tidak bergema dan kurang greget ternyata dipicu ketidak percayaan oknum tertentu kepada kemampuan anak bangsa dalam mengelola sebuah event bertaraf internasional. Hampir semua unsur dalam penyelenggaraan pembukaan dan penutupan event olaharaga Asia ini dikelola Five Current dari AS sebagai mind organizer, yang ditunjuk tanpa melalui proses tender terbuka.

Ketua Komunitas Merah Putih Ben Leo dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (25/5) mengatakan, ditunjuknya Five Current secara langsung telah menutup peluang vendor lokal untuk menunjukkan karya terbaiknya di kancah global. Padahal SDM vendor dalam negeri secara faktual tidak kalah dibanding produk Amerika, yang belum tentu Iebih baik.

Ben Leo menontohkan, nama Guruh Sukarno Putra, Helmy Yahya, Ati Ganda, Purwacaraka, Jay Subyakto, Denny Malik, Eko Supriyanto, Ndol Geafary adalah pekerja seni kreatif Indonesia yang sudah puluhan tahun sukses dalam gelaran event sejenis, baik di dalam maupun di luar negeri. Mereka bekerjasama dengan vendor lokal untuk menangani event besar seperti HUT RI, Sea Games 2011 di Palembang, Asian Beach Games, Islamic Games, University Games yang semuanya berskala Internasional.

Data yang paling valid tentang profesionalitas vendor Indonesia dalam menangani pertunjukan musik kelas dunia adalah, Mata Elang milik Hendra Lie yang menyiapkan penuh kebutuhan konser Metallica di Stadion Utama, Jakarta. Mata Elang juga ikut memasok peralatan panggung konser Rolling Stones di Macau, 2014. Sedang DSS Production milik Donny Hardono yang menjadi langganan mempersiapan peralatan musik Java Jazz, konser Stevie Wonder, David Foster dan yang terbaru, DSS menyiapkan seluruh property panggung kelompok band EurOpe untuk pentas di Boyolali, 12 Mei 2018.

Seharusnya, kata Ben Leo, Asian Games XVIII Jakarta-Palembang 2018 adalah wajah Indonesia, karena Vendor dan Pekerja Seni Indonesia pasti Iebih mengenal karakter seni dan budaya Indonesia. Ben Leo mengatakan, sukses prestasi dan penyelenggaraan bernilai kesejarahan harusnya tidak mematikan industri kreatif Iokal dan sudah sepatutnya menjadi kebanggaan putra putri terbaik bangsa ini.

Mahal dan besarnya cost Opening dan Closing yang mencapai Rp 700 miliar yang bersumber dari APBN yang dipatok Five Current sangat tidak bisa dipahami, padahal semua komponen terkait event ini ada di Indonesia. “Fakta ini sudah tentu mematikan industri kreatif dan keberadaan vendor production Iokal,” katanya.

Ben Leo menyayangkan langkah Ketua Indonesian Asian Games Organizing Committee (INASGOC) Erick Tohir yang menunjuk Iangsung Five Current sebagai pelaksana Iapangan.

Ia menilai, kebijakan INASGOC sebagai pelaksana acara akbar ini secara tidak langsung gagal melindungi industri kreatif nasional yang baru mulai tumbuh. Pemilihan vendor oleh Five Currents, dengan option bebas memilih slap vendor yang dipilihnya, tanpa proteksi klausul memadai jelas memasung industri kreatif nasional. “Event gelaran olahraga Asian Games 2018 selayaknya bisa menjadi ajang pembuktikan ketangguhan Pekerja Seni Indonesia dan vendor lokal kita, kita bukan cuma menjadi penonton,” tegasnya. (son)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button