Sidang mantan direktur utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo kembali digelar di PN Jakarta Pusat, Kamis (20/2). Dalam persidangan terungkap bahwa jauh sebelum menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar telah memiliki properti berupa apartemen di kawasan Belmont Road Singapura, dimana apartemen tersebut telah dijual pada tahun 2011 dan selanjutnya Emirsyah Satar membeli apartemen baru di kawasan Silversea. Ketika berdinas sebagai Direktur Utama Garuda, Emirsyah Satar juga telah melaporkan kepemilikan apartemen tersebut di dalam "Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara".
Selanjutnya pada tahun 2014, apartemen Silversea milik Emirsyah Satar tersebut dijual kepada Soetikno Soedarjo dan segala kewajiban pembayaran dalam jual beli tersebut telah diselesaikan Soetikno Soedarjo kepada Emirsyah Satar dan developer, sehingga kepemilikan apartemen Silversea telah sah beralih menjadi milik Soetikno Soedarjo. Sampai saat ini juga masih terdapat penyewa yang selalu membayarkan uang sewa kepada Soetikno Soedarjo, sehingga terbukti jual beli apartemen antara Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo tersebut adalah transaksi jual beli apartemen biasa. Sama sekali tidak ada kaitan antara kepemilikan apartemen di Singapura dengan hal terkait proses pengadaan pesawat di Garuda maupun pencucian uang.
Demikian terungkap dalam sidang mantan direktur utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar dan pengusaha Soetikno Soedarjo di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (20/2), yang menghadirkan dua saksi dari perusahaan milik Soetikno Soedarjo, masing-masing Sallyawati Rahardja sebagai mantan manager administrasi dan finance perusahaan jasa konsultasi Connaught Pte Ltd dan sekretaris Soetikno Soedarjo bernama Tita Wahyuni.
Dalam persidangan kedua saksi mengaku tidak kenal dengan Emirsyah Satar dan tidak pernah berkomunikasi atau duhubungi oleh Emirsyah Satar terkait permintaan uang kepada Soetikno Soedarjo sehingga terbukti Emirsyah Satar tidak pernah berharap apalagi menghubungi Soetikno Soedarjo untuk mendapatkan uang terima kasih.
Saksi Sallyawati Rahardja mengungkapkan bahwa Soetikno Soedarjo melalui perusahaannya Connaught Pte Ltd adalah commercial adviser dari pabrikan Rolls Royce dan Konsultan resmi dari pabrikan European Aeronautic Defence and Space (EADS) atau Airbus dan Avion de Transport Regional dalam penjualan produk mereka, bukan agen, perwakilan, ataupun perantara atau intermediary.
Dalam sidang yang berlangsung siang hingga sore hari tersebut terungkap bahwa Emirsyah melakukan hubungan dengan Soetikno Soedarjo adalah dalam rangka mendapatkan harga pembelian terbaik untuk Garuda sehubungan dengan kedudukan Soetikno sebagai "commercial advisor" dan konsultan resmi Rolls Royce, Airbus, dan Avion de Transport Regional; yang kemudian terbukti memang Garuda mendapatkan deal terbaik dari manufaktur tersebut. Dari Rolls Royce Garuda mendapatkan engine consession atau cashback senilai ratusan juta dollar, sedangkan dalam pengadaan pesawat Airbus A330, Garuda mendapatkan diskon airframe mencapai US$ 97,000,000.00 tiap unitnya untuk total seluruh 21 pesawat yang dilakukan pengadaan.
Saksi Sallyawati Rahardja dalam persidangan juga menegaskan bahwa pembelian surat utang (bonds) Mac Quaire Group senilai US$ 200,000.00 adalah investasi pribadi Soetikno Soedarjo dan sama sekali bukan pemberian untuk Emirsyah Satar. Bonds Mac Quaire Group tersebut adalah milik Soetikno Soedarjo dan tidak ada kaitannya dengan Emirsyah Satar dan pengadaan pesawat Bombardier di Garuda. Terbukti ketika pencairan bonds tersebut, seluruh hasilnya masuk ke rekening Soetikno Soedarjo, bukan diberikan kepada Emirsyah Satar. (son)