PDIP Dukung Ketegasan Pemerintah Jaga NKRI

JAKARTA (Bisnisjakarta)-
PDI Perjuangan mendukung penuh sikap pemerintah Indonesia dalam menyikapi aksi kapal Coast Guard China yang memasuki secara ilegal perairan Natuna yang merupakan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Tugas melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia tidak bisa ditawar-tawar. Sikap Menteri Luar Negeri Indonesia, Bakamla, dan seluruh jajaran TNI sangat patriotik untuk tidak memberikan toleransi sedikitpun bagi kapal asing tanpa izin menerobos wilayah kedaulatan NKRI," kata Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Luar Negeri Ahmad Basarah di Jakarta, Sabtu (4/1).

Menurut dia, perairan Natuna yang merupakan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia yang telah ditetapkan melalui Konvensi Peserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut pada tahun 1982 atau The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982).

Ketegasan Kementerian Luar Negeri bersama Bakamla dan TNI tersebut, kata Basarah, menjadi bukti bahwa di dalam menjaga kedaulatan wilayahnya, Indonesia tidak pernah kompromi dan mundur sedikitpun. "Terlebih apa yang dilakukan untuk melindungi kedaulatan teritorial NKRI tersebut juga sesuai hukum internasional," kata Wakil Ketua MPR ini.

Ketegasan ini juga sesuai dengan amanat Pembukaan UUD NRI 1945 yaitu untuk melindungi bangsa dan segenap tumpah darah Indonesia termasuk di dalamnya melindungi kedaulatan teritorial NKRI berdasarkan hukum yang berlaku termasuk hukum internasional.

PDI Perjuangan menegaskan bahwa China sebagai bagian bangsa-bangsa dunia yang hidup dalam pergaulan internasional wajib tunduk pada hukum internasional termasuk terhadap The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) mengingat China adalah anggota dari UNCLOS 1982. "Sebagai anggota UNCLOS 1982 China tidak bisa membuat aturan hukum sendiri terkait hukum laut yang bertentangan dengan UNCLOS 1982. Klaim sepihak China atas perairan Natuna sebagai bagian dari wilayah China berdasarkan aturan nine dash-line China yang dibuat pemerintah China tidak dapat mengikat negara-negara lain termasuk Indonesia," kata Basarah.

Bagi Indonesia, keputusan Permanent Court of Arbitration (PCA) tahun 2016 sebagai pelaksanaan UNCLOS 1982 dalam penyelesaian sengketa antara Filipina melawan China yang putusannya tidak mengakui dasar klaim China atas 9 garis putus maupun konsep traditional fishing right adalah mengikat semua negara termasuk China.

Menurut dia, bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai dan ingin hidup berdampingan dengan negara-negara lain di dunia secara damai dan bersahabat, namun bangsa Indonesia lebih mencintai kedaulatan dan kehormatan bangsa dan negaranya jika ada negara lain yang ingin mengganggu kehormatan dan eksistensi kedaulatan NKRI. "Kami meminta agar seluruh pejabat pemerintah Republik Indonesia satu bahasa dan satu sikap mendukung sikap tegas Kementerian Luar Negeri RI dalam menyikapi kedaulatan NKRI di perairan Natuna. Jangan ada sikap abu-abu dalam hal menjaga kehormatan dan eksistensi kedaulatan NKRI," kata Ahmad Basarah.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan hasil rapat koordinasi tingkat menteri menyepakati untuk melakukan intensifikasi patroli di wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna. "Dari rapat tadi juga disepakati beberapa intensifikasi patroli di wilayah tersebut dan juga kegiatan perikanan yang memang merupakan hak bagi Indonesia untuk mengembangkannya di perairan Natuna," kata Menlu.

Menurut dia, telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok di wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna.

Menurut Retno, wilayah ZEE Indonesia sudah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). "Tiongkok merupakan salah satu 'party' dari UNCLOS 1982. Oleh karena itu merupakan kewajiban Tiongkok untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982," katanya.

Indonesia, kata dia, tidak pernah akan mengakui "nine dash line" klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional terutama UNCLOS 1982. (son) 

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button